JA Morgan

Quisque dolor fringilla semper, libero hendrerit allis, magna augue putate nibh ucibus enim eros acumin arcu

(Sebuah Catatan Kecil)

Oleh Muhammad Thaufan Arifuddin (Dosen FISIP UNAND)

Gelombang aksi massa yang belakangan viral di media sosial dari Pati, Bone, hingga Jakarta bukanlah sekadar letupan emosi yang tak berdasar. Aksi masyarakat di Pati (13/08/2025) dipicu oleh kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250%. Bupati Pati, Sudewo, juga malah bersikap arogan menantang rakyat untuk turun ke jalan melawan kebijakannya di Pati.

Bimbingan Kegiatan Kemahasiswaan dalam Tradisi Ilmiah (BAKTI) Universitas Andalas pada 8 Agustus kemarin meninggalkan ironi yang menusuk usai simulasi mozaik, ada satu hal yang tertinggal, yang tertinggal bukan semangat, tapi tumpukan sampah yang mencoreng wajah kampus. Inilah pemandangan yang membunuh klaim UNAND sebagai “kampus hijau” dalam sekejap.

Di tengah semangat kemajuan dan digitalisasi, dunia pendidikan Indonesia masih menyimpan satu penyakit lama yang tak kunjung sembuh: feodalisme. Dalam berbagai bentuknya, feodalisme masih mengakar kuat, mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Ironisnya, ia tumbuh subur justru di ruang-ruang yang seharusnya menjadi ladang pembebasan: ruang kelas, ruang rapat guru, ruang dosen, dan ruang organisasi mahasiswa.

Oleh: Kevin Philip

Universitas Andalas kembali mencatatkan dirinya dalam drama tahunan yang memancing tanda tanya: “Sumbangan” yang katanya sukarela, tapi ternyata... wajib. Melalui surat resmi yang ditandatangani langsung oleh Rektor Dr. Efa Yonnedi, orang tua mahasiswa baru diminta—atau lebih tepatnya diwajibkan—untuk membayar sumbangan minimal Rp100.000 untuk Dana Wakaf dan/atau Dana Abadi kampus. Aneh? Sudah pasti. Ironis? Sangat.

Deforestasi atau penggundulan hutan, telah lama menjadi masalah besar di Indonesia. Salah satu faktor utama yang mempercepat hilangnya hutan di negeri ini adalah ekspansi perkebunan kelapa sawit. Meskipun industri sawit berkontribusi besar terhadap ekonomi nasional, baik dari segi ekspor maupun lapangan pekerjaan, dampak negatifnya terhadap lingkungan tidak bisa diabaikan begitu saja. Beberapa tahun terakhir, laju deforestasi semakin meningkat, dan kebijakan pemerintah yang cenderung pro-industri justru memperparah situasi.

Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang direncanakan pemerintah menuai beragam reaksi. Bagi sebagian pihak, kebijakan ini dianggap langkah strategis untuk meningkatkan pendapatan negara. Namun, tak sedikit yang menganggapnya sebagai beban baru, terutama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Pemerintah menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara yang sempat terpuruk akibat pandemi. Selain itu, kebijakan ini juga disebut sebagai langkah untuk mengurangi defisit anggaran. Meski demikian, banyak pihak mempertanyakan apakah saat ini adalah waktu yang tepat untuk menaikkan tarif PPN, mengingat kondisi ekonomi masyarakat yang belum sepenuhnya pulih.

Page 1 of 3