JA Morgan

Quisque dolor fringilla semper, libero hendrerit allis, magna augue putate nibh ucibus enim eros acumin arcu

Revolusi Prancis (1789-1799) adalah salah satu peristiwa paling penting dalam sejarah dunia yang mengubah wajah politik, sosial, dan ekonomi Eropa, serta mempengaruhi gerakan revolusi di seluruh dunia. Revolusi ini dipicu oleh ketidakpuasan masyarakat Prancis terhadap ketimpangan sosial yang ekstrim, kekuasaan monarki absolut yang korup, serta beban ekonomi yang ditanggung oleh rakyat biasa. Pada masa itu kehidupan sosial Prancis sangat terbagi antara kaum aristokrat yang berkuasa dan rakyat biasa yang tertindas. Sistem kelas yang tidak adil ini menimbulkan keresahan sosial yang mendalam.

Keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Padang untuk membatalkan Surat Keputusan (SK) pemberhentian Dr. Khairul Fahmi dari posisinya sebagai Wakil Rektor II Universitas Andalas (Unand) bukan hanya kemenangan hukum, tetapi juga cerminan pentingnya tata kelola yang baik dalam institusi akademik. Majelis hakim mengabulkan gugatan Khairul Fahmi dengan dasar bahwa alasan pemberhentiannya dinilai tidak berdasar kuat secara hukum, serta tidak mencerminkan prinsip-prinsip tata kelola yang transparan. Peristiwa ini membuka diskusi lebih luas mengenai praktik tata kelola universitas, khususnya soal keterbukaan dan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan strategis.

Kasus ini bermula dari SK Nomor 1417/UN16.26 R/KPT/VI/2024 yang diterbitkan pada 2 April 2024, berisi pemberhentian Dr. Khairul Fahmi dari jabatan Wakil Rektor II dengan alasan yang didasari pada “kurangnya pengalaman manajerial.” Di satu sisi, pihak universitas berhak menuntut standar tinggi bagi pejabatnya, namun, di sisi lain, persyaratan manajerial ini perlu ditafsirkan dengan bijak dan konsisten dengan aturan yang ada. Khairul Fahmi sendiri telah menyebutkan bahwa pengalamannya menjabat sebagai asisten rektor, staf ahli rektor, dan Wakil Dekan II Fakultas Hukum Unand seharusnya memenuhi standar yang disyaratkan. Hal ini mengindikasikan kemungkinan adanya perbedaan interpretasi terhadap persyaratan tersebut atau bahkan mungkin, ketidakkonsistenan dalam pelaksanaannya.

Kasus ini kemudian bergulir ke ranah hukum karena keberatan yang diajukan Fahmi tidak mendapat respons memadai dari Rektor Unand. Dalam konteks ini, pentingnya proses dialogis dan transparansi dalam pengelolaan universitas terlihat. Ketika keputusan krusial, seperti pergantian jabatan tinggi, tidak melibatkan komunikasi yang jelas, ini memicu kecurigaan dan menciptakan ketidakpuasan yang dapat mengganggu stabilitas institusi. Terlebih lagi, isu pemberhentian ini ternyata tidak diketahui oleh sebagian besar mahasiswa hingga gugatan Fahmi dikabulkan oleh PTUN. Artinya, ada indikasi bahwa prosesnya seakan-akan tertutup dari publik.

Kasus Khairul Fahmi menjadi pengingat pentingnya prinsip-prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas dalam tata kelola universitas. Sebagai lembaga yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai keterbukaan dan integritas, universitas diharapkan mampu menjadi contoh dalam proses pengambilan keputusan yang melibatkan pemangku kepentingan secara luas, termasuk mahasiswa dan staf. Selain itu, pentingnya memperjelas dan memperbaiki mekanisme aturan manajerial juga perlu diperhatikan agar konflik serupa tidak berulang.

Menciptakan lingkungan akademik yang baik berarti menjunjung nilai demokratisasi di kampus, di mana transparansi dalam setiap kebijakan tidak hanya menjadi tuntutan, tetapi juga diwujudkan melalui dialog terbuka. Pada akhirnya, keterbukaan adalah langkah awal dalam memperkuat legitimasi dan kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan tinggi, yang pada intinya memegang peran penting sebagai garda terdepan intelektual dan moral bangsa.

Penulis: Alya Syifa Amori

Pelantikan kabinet baru di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah memunculkan spekulasi, antusiasme, serta kekhawatiran di kalangan publik dan pengamat politik. Kabinet yang dikenal dengan nama "Kabinet Merah Putih" ini membawa beberapa perbedaan signifikan dari pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. Jika kita melihat dari luar, jumlah kementerian yang kini lebih banyak dan struktur yang lebih kompleks seolah menunjukkan upaya untuk memperkuat stabilitas dan efisiensi dalam pemerintahan. Namun, di balik struktur baru ini, muncul pertanyaan mendasar: apakah perubahan ini benar-benar untuk memperkuat pemerintahan, atau justru memperberat beban birokrasi dengan efek jangka panjang yang mungkin tidak menguntungkan?

Salah satu perubahan terbesar di kabinet Prabowo adalah bertambahnya jumlah Menteri Koordinator (Menko) dari yang sebelumnya hanya empat di era Presiden Joko Widodo, kini menjadi tujuh orang. Pada era pemerintahan sebelumnya, empat posisi menko dianggap sudah cukup mewakili urusan-urusan strategis yang perlu dikawal langsung oleh presiden. Dengan bertambahnya jumlah menko, pemerintahan Prabowo menunjukkan niat untuk memperketat pengawasan atas kementerian-kementerian terkait, tetapi juga membuka peluang tantangan baru terkait koordinasi dan efektivitas pengambilan keputusan. Pertanyaannya, apakah menambah jumlah menko ini benar-benar efektif untuk stabilitas, atau justru memperbesar risiko birokrasi yang lambat dan menghambat kelincahan pemerintahan?


Perubahan signifikan lainnya dalam kabinet Prabowo-Gibran adalah penunjukan wakil menteri (wamen) di setiap kementerian. Jika pada era Jokowi hanya ada 18 wamen di Kabinet Indonesia Maju dan tiga wamen di Kabinet Kerja, kabinet Prabowo kini memiliki 56 wakil menteri dari 48 kementerian. Lonjakan lebih dari tiga kali lipat ini mengundang reaksi beragam. Di satu sisi, penambahan wamen di setiap kementerian bisa dianggap sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan tugas dan mempercepat program kerja. Namun, di sisi lain, jumlah wamen yang begitu besar bisa menimbulkan masalah birokrasi yang berlebihan serta risiko konflik kewenangan antara menteri dan wakil menterinya. Struktur ini juga akan membebani anggaran negara, mengingat setiap posisi wamen tentunya memerlukan dukungan anggaran dan sumber daya tambahan. Terlepas dari niat baik untuk menambah wakil di setiap kementerian, langkah ini tetap perlu dievaluasi secara kritis apakah manfaat yang diperoleh sebanding dengan pengorbanan yang harus ditanggung oleh negara.

Tidak hanya sekadar menambah wakil di setiap kementerian, kabinet Prabowo-Gibran juga mencatat sejarah baru dengan menempatkan tiga wakil menteri sekaligus di tiga kementerian strategis: Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian BUMN. Dalam kasus Kementerian Keuangan, tiga wamen yakni Thomas Djiwandono, Suahasil Nazara, dan Anggito Abimanyu akan mendampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani. Sementara itu, di Kementerian Luar Negeri, Sugiono sebagai menteri akan dibantu oleh Anis Matta, Arrmanatha Nasir, dan Arif Havas Oegroseno. Begitu pula di Kementerian BUMN, di mana Erick Thohir akan bekerja bersama Kartika Wirjoatmodjo, Aminuddin Ma'ruf, dan Dony Oskaria. Keputusan ini mengundang berbagai pertanyaan tentang keefektifan peran wakil menteri, terutama mengingat adanya tiga orang yang harus bekerja dalam satu bidang yang sama.

Apakah struktur ini benar-benar akan mendukung efektivitas kementerian atau justru menimbulkan potensi konflik dan tumpang tindih wewenang di antara para wakil menteri? Di sisi lain, keputusan ini dapat dipandang sebagai cara untuk mengakomodasi berbagai faksi politik dan kepentingan pribadi di dalam lingkaran kekuasaan. Akan tetapi, dari sudut pandang tata kelola pemerintahan yang baik, semakin banyak posisi tinggi di kementerian yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan justru berpotensi memperlambat kinerja kementerian tersebut. Dalam hal ini, efektivitas dan hasil nyata yang dihasilkan oleh para wakil menteri baru akan menjadi ukuran penting dalam menilai keberhasilan struktur kabinet yang kompleks ini.

Selain menambah jumlah wakil menteri, pemerintahan Prabowo-Gibran juga mencatat sejarah dengan memiliki tujuh utusan khusus dan tujuh penasihat khusus, sehingga totalnya ada 14 orang yang bertugas untuk memperlancar tugas presiden. Kehadiran posisi utusan dan penasihat khusus ini diperkenalkan melalui Peraturan Presiden Nomor 137 Tahun 2024, yang diteken oleh Presiden Jokowi pada masa akhir jabatannya. Meski bertujuan untuk mendukung tugas-tugas presiden, jumlah penasihat dan utusan khusus yang cukup banyak ini menimbulkan kekhawatiran terkait efektivitas dan akuntabilitas mereka.

Posisi penasihat dan utusan khusus presiden sering kali dilihat sebagai posisi yang sulit diukur efektivitasnya, mengingat tugas-tugas mereka cenderung bersifat strategis dan tidak selalu menghasilkan output yang konkret. Selain itu, penambahan posisi-posisi ini juga bisa menjadi beban tambahan bagi anggaran negara, serta menimbulkan pertanyaan mengenai akuntabilitas mereka terhadap publik. Dengan adanya 14 penasihat dan utusan khusus, publik berharap agar mereka benar-benar mampu memberikan masukan strategis yang bermanfaat bagi kebijakan nasional dan bukan sekadar posisi yang diisi untuk memenuhi kepentingan politik tertentu.

Pada era pemerintahan Prabowo-Gibran ini, tiga badan baru juga dibentuk untuk menangani isu-isu khusus yang dianggap penting bagi pemerintahan. Tiga badan tersebut adalah Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara, Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan, dan Badan Pengendalian Pembangunan dan Investigasi Khusus. Di satu sisi, pembentukan badan-badan baru ini mencerminkan niat baik pemerintah untuk fokus pada isu-isu prioritas, seperti investasi, pengentasan kemiskinan, dan pengawasan pembangunan. Namun, di sisi lain, badan-badan baru ini juga menambah lapisan birokrasi dalam pemerintahan, yang berpotensi memperlambat pelaksanaan program dan menambah beban anggaran.

Menurut saya pribadi menilai bahwa pembentukan badan-badan ini harus dibarengi dengan mekanisme kontrol dan evaluasi yang ketat agar tidak terjadi duplikasi tugas dengan lembaga yang sudah ada. Selain itu, keberhasilan badan-badan baru ini juga akan sangat tergantung pada efektivitas kepemimpinan dan akuntabilitas mereka. Tanpa adanya mekanisme yang jelas dan terukur, badan-badan ini hanya akan menjadi tambahan birokrasi tanpa dampak yang signifikan bagi masyarakat.

Dengan segala perubahan besar dalam struktur dan komposisi kabinet, pemerintahan Prabowo-Gibran menghadapi tantangan besar dalam mewujudkan janji stabilitas dan efektivitas. Struktur kabinet yang lebih kompleks dengan banyaknya wakil menteri, utusan khusus, penasihat khusus, dan badan baru, di satu sisi memang mencerminkan upaya untuk memperkuat pemerintahan. Namun, di sisi lain, perubahan ini juga bisa menjadi beban yang mengurangi kelincahan pemerintahan, memperbesar potensi konflik kewenangan, dan meningkatkan pengeluaran negara.

Dalam menimbang kabinet baru ini, masyarakat mengharapkan bahwa segala perubahan ini dapat memberikan hasil nyata yang berdampak positif bagi kehidupan rakyat. Pemerintahan Prabowo-Gibran harus membuktikan bahwa mereka mampu mengatasi tantangan birokrasi yang lebih kompleks, memastikan akuntabilitas, dan berfokus pada kepentingan rakyat. Jika perubahan struktural ini justru tidak memberikan dampak yang nyata bagi rakyat, maka kabinet ini akan dianggap sebagai pemerintahan yang gagal memenuhi harapan publik dan hanya memperbesar birokrasi tanpa manfaat yang jelas.

Penulis: Kevin Philip

Sumpah pemuda yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober, bukan  sekedar sebuah peristiwa yang tercatat dalam catatan sejarah Indonesia, namun merupakan salah satu momen bersejarah dalam perjalanan para pemuda Indonesia. Tahun 1928, menandakan sejarah berkumpulnya para pemuda yang ingin mempersatukan bangsa Indonesia dalam menghadapi penjajah. Perbedaan menjadi semangat bahwa bangsa yang terjajah ini akan lebih kuat dengan persatuan dan tekad yang ada.

Awal abad-20 menjadi saksi atas bengkitnya kesadaran nasionalisme di kalangan masyarakat Indonesia terutama di kalangan pemuda, organisasi-organisasi pemuda pun dibentuk, seperti Budi Utomo (1980) dan Perhimpunan Indonesia (1908) yang memperjuangkan kemauan dan persatuan. 

Kongres pemuda I

Dilaksanakan pada tahun 1926 dengan tujuan menyatukan tujuan dan visi para pemuda Indonesia untuk menyatukan berbagai organisasi yang ada, dilaksanakan di Batavia( Jakarta) dengan tujuan membahas kondisi bangsa dan mencari cara untuk memajukan perjuangan kemerdekaan. Para tokoh yang hadir seperti Soegondo Djojopoespito sebagai ketua kongres, Muhammad Yamin, Sutomo, HOS Cokroaminoto dan para pemuda dari berbagai wilayah.Namun diskusi tidak berjalan mulus hasil diskusi tidak membuahkan hasil yang maksimal dan dianggap kurang memuaskan pada saat itu

Kongres pemuda II

Mengambil pelajaran dari kongres pemuda pertama yang dianggap gagal kongres pemuda dua kembali diadakan pada tanggal 27-28 Oktober 1928 di Jakarta, pada diskusi ini poin penting yang difokuskan oleh para pemuda adalah pentingya persatuan dan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Dan untuk mendesak perlunya persatuan dan kesatuan di kalangan pemuda. Diskusi ini dihadiri oleh Ir Soekarno sebagai pemimpin gerakan nasionalis dan  lebih banyak perwakilan organisasi pemuda seperti dari Jong Java, Jong Sumatera, dan Jong Celebes Hasil dari diskusi ini melahirkan Sumpah Pemuda yang dirumuskan langsung oleh tokoh-tokoh penting Indonesia seperti Ir, Soekarno, Muhammad Yamin, dan Sutomo,  sebagai simbol persatuan para  pemuda Indonesia sumpah pemuda disahkan  pada tanggal 28 Oktober 1928 . Momen bersejarah ini tidak hanya sebagai simbol keberanian namun juga sebagai pendorong untuk generasi berikutnya, oleh karena itu mereka bersatu untuk mengangkat suara dan cita-cita mereka yang dituangkan dalam tiga ikrar penting 

Menggali makna Ikrar

Dalam Kongres Pemuda II, tiga ikrar di cetuskan dan dilaksanakan hingga saat ini, para pemuda dengan lantang mencanangkan  tiga ikrar sebagai simbol persatuan. Ikrar pertama yang berbunyi  ‘’Kami Poetra dan Poetri Indonesia , mengaku bertumpah darah yang satu , tanah Indonesia’’ yang menegaskan  meskipun mereka berasal dari berbagai suku,bahasa,dan,budaya, semua bersatu menjadi satu identitias yang sama, sebagai bangsa Indonesia. 

Ikrar kedua ‘’Kami poetra poetri Indonesia mengaku berbangsa yang satu bangsa Indonesia ‘’ menggambarkan pentingnya memiliki rasa kebersamaan, dalam konteks ini para pemuda menyadari untuk menjadi bangsa yang satu ditengah perbedaan adalah terus meneruskan rasa solidaritas, saling menghormati dan merayakan keberagaman  sebagai kekuatan.

Ikrar ketiga yaitu “Kami poetra dan Poetri Indonesia menjunjung bahasa  yang satu yaitu bahasa Indonesia” menggambarkan di tengah beragamnya suku dan budaya maka begitu juga dengan bahasa yang ada oleh karena itu di tengah keberagaman bahasa yang menjadi ciri khas pemuda Indonesia saat itu ikrar ini menggambarkan bahwa perbedaan tidak menjadi penghalang untuk menyebarkan informasi.

Relevansi Sumpah Pemuda di zaman sekarang

Ikrar Sumpah Pemuda tidak bisa dipandang sebelah mata saja, apalagi di zaman yang penuh dengan modernisasi dan globalisasi, pengaruh budaya dan arus kemajuan yang terus berjalan kedepan akan semakin kuat dan mempengaruhi rasa persatuan dan  kesatuan kita sebagai pemuda Indonesia ,meskipun muncul isu-isu seperti intoleran dan radikalisme yang menunjukan bahwa tantangan yang dihadapi kini masih sangat nyata, konflik perpecahan yang disebabkan oleh rasa intoleransi dan radikalisme sering terjadi saat sekarang ini, konflik yang berakar dari perbedaan terus terjadi dikalangan anak muda, seperti saling mengejek ras dan mengucilkan kelompok-kelompok tertentu atau bahkan ketika sebuah bahasa saja bisa menjadi sumber perpecahan seperti fenomena penyebaran hoax dan ujaran kebencian di media sosial yang sering sekali menggunakan bahasa yang provokatif atau bahkan menyinggung satu sama lain, tantangan globalisasi juga semakin nyata, kita lihat pemuda zaman sekarang lebih cenderung bersifat individualisme 

Sumpah Pemuda menekankan  kesadaran akan identitas nasional, dalam konteks zaman, pendidikan harus lebih menekankan toleransi, pengertian antar budaya, dan nilai-nilai kebangsaaan yang dapat memperkecil sikap intoleransi. Membuat perbedaan-perbedaan kecil yang menandakan ciri khas kita dan membangun rasa saling menghargai  dan mempromosikan hal-hal positif baik di melalui media sosial ataupun media mana pun yang dapat di jangkau

Tugas kita untuk menjaga ikrar Sumpah Pemuda

Sumpah Pemuda merupakan hasil dari inisiatif pemuda. Kini yang dapat kita lakukan untuk menjaga keutuhan warisan pemuda terdahulu adalah dengan ikut berperan penting menyuarakan isu-isu politik, sosial sampai lingkungan yang berdasar atas rasa persatuan dan keatuan tanpa memandang warna kulit, agama, budaya, dan bahasa. Melawan deformasi dengan aktif mengedukasi satu sama lain tentang pentingya informasi untuk mencegah penyebaran hoax, mendukung pendidikan karakter dan kampanye sosial , menggunakan media sosial dengan bijak dan paling terpenting sikap saling menghargai satu sama lain. Banyak yang bisa kita lakukan untuk memutus rantai distoleransi di kalangan pemuda dengan niat dan tekad yang jelas.

Peringatan Sumpah Pemuda yang selalu diperingati setiap tanggal 28 Oktober seharusnya bukan hanya sebagai simbol seremonial semata. Ini adalah kesempatan bagi kita untuk kembali memupuk rasa persatuan dan kesatuan sebagai pemuda Indonesia yang memiliki rasa solidaritas dan mengakui kebersamaan di balik perbedaan. Dengan memperingati hari Sumpah Pemuda maka kita juga secara tidak langsung memelihara warisan budaya, karena para pemuda Indonesia  memiliki satu tujuan yaitu Indonesia bersatu dan berdaulat. Melalui ikrar Sumpah Pemuda kita memiliki tanggung jawab untuk melanjutkan warisan budaya dan nilai-nilai luhur didalamnya,dengan rasa persatuan saling mendukung dan rasa menghargai kita akan menjadi lebih kuat dan berdaya saing, terus merayakan keberagaman dan perbedaan yang sejatinya jantung dari bangsa ini, untuk menuju Indonesia masa emas mendatang.

Penulis: Julieta Putri

Permasalahan tanah adat pulau Rempang hingga saat ini masih berlangsung, sejak satu tahun berlalu  yaitu pada 7 September 2023 dimana terjadi bentrokan antara aparat dengan warga di Pulau Rempang Kota Batam. Tepatnya di kepulauan Riau, akar permasalah terjadinya bentrokan ini adalah karena warga di sekitar tanah Rempang tidak setuju dengan penggusuran lahan oleh pihak pemerintah, alasan penggusuran tersebut karena pemerintah memiliki wacana untuk  merombak wilayah tersebut menjadi The New Engine of Indonesia‘s Economic Growth, atau  sebutan untuk rencana pengembangan kawasan ekonomi baru di Indonesia dengan konsep “Green and Sustainable City” atau “Kota Hijau dan Berkelanjutan”.dan telah direncanakan  dimasukkan ke dalam Proyek Strategis Nasional(PSN) dengan nama “Rempang Eco City” .

Program Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) merupakan program menggiurkan yang selalu diincar oleh kebanyakan mahasiswa, program ini banyak diminati karena bermuara kepada mobilitas internasional, dengan tujuan agar mahasiswa bisa merasakan belajar di kampus ternama dunia. Dilansir laman Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Program IISMA mulai dibuka pada tahun 2021 dan tetap melenggang pada tahun 2024 ini. Melansir Antara, jumlah anggaran IISMA pada 2022 yang dilaporkan pada 2023 adalah Rp399,43 miliar, bisa dikatakan perorang mendapatkan lebih kurang 18 juta per bulan tergantung negara mana yang mereka tempati.

Page 2 of 3