Revolusi Prancis (1789-1799) adalah salah satu peristiwa paling penting dalam sejarah dunia yang mengubah wajah politik, sosial, dan ekonomi Eropa, serta mempengaruhi gerakan revolusi di seluruh dunia. Revolusi ini dipicu oleh ketidakpuasan masyarakat Prancis terhadap ketimpangan sosial yang ekstrim, kekuasaan monarki absolut yang korup, serta beban ekonomi yang ditanggung oleh rakyat biasa. Pada masa itu kehidupan sosial Prancis sangat terbagi antara kaum aristokrat yang berkuasa dan rakyat biasa yang tertindas. Sistem kelas yang tidak adil ini menimbulkan keresahan sosial yang mendalam.
Namun, revolusi tidak terjadi begitu saja. Hal ini bermula ketika terjadinya serang-menyerang subjektivitas, lalu berbuah objektivitas yang dapat mempelopori perjuangan dalam membela ketidakadilan bernegara. Dilansir dari Le Relais Du Louvre, dalam “Le Procope, The Oldest and The Most Revolutionary Café in Paris”. Café Procope, Kedai kopi yang menjadi titik kumpul para intelektual dalam mendiskusikan berbagai macam ide, di Prancis pada abad ke-18 kedai kopi menjadi pusat intelektual yang berperan penting dalam mempercepat kebangkitan revolusi. Kedai kopi bukan hanya tempat orang menikmati minuman, tetapi juga ruang diskusi di mana para intelektual, pemikir rennaisance, dan aktivis politik bertemu untuk berdiskusi tentang isu-isu sosial, politik, dan filosofi.
Ide-ide besar tentang kebebasan, kesetaraan, dan hak asasi manusia dibicarakan dengan semangat di kedai kopi, yang akhirnya membentuk landasan intelektual untuk gerakan revolusi, Para tokoh seperti Voltaire, Diderot, dan Rousseau menggunakan kedai kopi untuk menyebarkan gagasan mereka yang merombak tatanan sosial dan politik Prancis, yang akhirnya membangkitkan gerakan rakyat menuju perubahan radikal.
Dalam konteks modern, mahasiswa dapat mengambil inspirasi dari sejarah revolusi ini, terutama dalam hal bagaimana ruang-ruang diskusi informal seperti kedai kopi mampu memicu perubahan besar. Sama halnya kedai kopi di Prancis, mahasiswa di Indonesia khususnya di Universitas Andalas, menghadapi tantangan yang sama terkait kurangnya ruang diskusi intelektual yang bebas. Ruang-ruang intelektual ini sangat penting untuk menumbuhkan kesadaran kritis di kalangan mahasiswa terutama dalam konteks literasi dan pendidikan.
Lahirnya perjuangan melalui Pendidikan informal
Pendidikan informal dapat diartikan sebagai ruang diskusi yang tidak terikat dengan perguruan yang runut. Sejalan dengan undang-undang no 20 tahun 2004 tentang sistem Pendidikan nasional, mendefenisikan Pendidikan informal sebagai jalur Pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Sejarah revolusi tidak dapat dipisahkan dari Pendidikan informal sebagai ruang diskusi yang melahirkan gagasan revolusioner. Di masa Prancis sebelum revolusi, kedai kopi bukan hanya tempat bersosialisasi, tetapi juga pusat pengembangan pemikiran dan tempat di mana masyarakat mulai mempertanyakan sistem yang ada. Kedai kopi menjadi simbol dari kebangkitan intelektual dan tempat di mana berbagai lapisan masyarakat dapat berinteraksi, mendiskusikan ide-ide, dan mencari solusi bersama. Di tempat inilah lahir kesadaran kolektif tentang pentingnya perubahan dan perjuangan menuju keadilan sosial.
Filosofi di balik kedai kopi sebagai ruang intelektual bisa diterapkan di mana saja, termasuk di kampus-kampus. Di Universitas Andalas meskipun terdapat banyak mahasiswa yang cerdas dan kritis, sering kali kurang tersedia ruang-ruang informal untuk mendiskusikan ide-ide besar yang relevan dengan kondisi sosial-politik di Indonesia. Kurangnya ruang diskusi yang terbuka dapat menghambat potensi intelektual mahasiswa yang sebenarnya bisa berperan penting dalam membentuk masa depan pendidikan dan literasi di Indonesia. Ini adalah masalah yang harus segera ditanggapi, mengingat peran mahasiswa sebagai agen perubahan sosial sangat vital.
Upaya Peningkatan Tingkat Literasi Indonesia
Salah satu masalah mendasar yang dihadapi oleh sistem pendidikan di Indonesia adalah rendahnya tingkat literasi. Berdasarkan data PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2022, Indonesia berada di peringkat ke-68 dari 81 negara dalam kemampuan membaca. Skor ini mengindikasikan bahwa banyak siswa di Indonesia, termasuk mahasiswa memiliki kemampuan membaca yang rendah, hal ini berpengaruh pada kemampuan berpikir kritis mereka. Literasi tidak hanya tentang kemampuan membaca dan menulis tetapi juga kemampuan memahami dan menganalisis informasi yang diperoleh untuk membuat keputusan yang bijak.
Penyebab rendahnya literasi di Indonesia bisa ditelusuri dari beberapa faktor, termasuk keterbatasan akses terhadap bahan bacaan, budaya baca yang masih rendah, serta sistem pendidikan yang lebih berfokus pada pencapaian akademis formal tanpa memberikan ruang bagi diskusi dan berpikir kritis. Banyak Universitas termasuk Universitas Andalas lebih mementingkan hafalan dan pencapaian nilai daripada memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk berdiskusi secara mendalam tentang berbagai isu yang relevan. Akibatnya literasi kritis yang seharusnya menjadi tujuan utama dari pendidikan sering kali terabaikan.
Meskipun tantangan ini berat, ada harapan besar untuk masa depan literasi dan pendidikan di Indonesia. Salah satu solusi yang dapat diambil adalah dengan menciptakan ruang-ruang diskusi informal di kampus yang memungkinkan mahasiswa untuk mengeksplorasi ide-ide besar di luar kurikulum formal. Lapak Baca yang diadakan oleh HMI Komisariat Hukum Unand bertempat di gazebo Gedung F Universitas Andalas adalah salah satu bentuk inisiatif untuk mengatasi masalah ini. Setiap hari Selasa mahasiswa berkumpul untuk membaca, mendiskusikan buku yang telah dibaca, serta bertukar pikiran mengenai ide-ide besar yang relevan dengan perjuangan mahasiswa dalam memajukan Indonesia khususnya di bidang pendidikan.
Diskusi informal ini tidak hanya sebatas memahami isi buku, tetapi juga membangun keterampilan berpikir kritis dan analitis di kalangan mahasiswa. Di akhir diskusi diberikan sesi untuk menyampaikan gagasan besar yang dapat diaplikasikan dalam perjuangan pendidikan dan literasi di Indonesia. Diskusi seperti ini dapat mendorong mahasiswa untuk lebih aktif terlibat dalam isu-isu sosial dan politik, serta mempersiapkan mereka untuk menjadi agen perubahan di masa depan.
Membangun Ruang Intelektual Di Kampus Demi Masa Depan Pendidikan
Menciptakan ruang intelektual di kampus adalah langkah penting untuk menumbuhkan kesadaran kritis dan meningkatkan literasi di kalangan mahasiswa. Lapak Baca adalah salah satu contoh upaya yang bisa dilakukan untuk mengisi kekosongan ini. Dengan adanya ruang diskusi seperti ini, mahasiswa tidak hanya didorong untuk membaca, tetapi juga untuk memikirkan bagaimana pengetahuan yang mereka peroleh bisa diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang dihadapi masyarakat, terutama dalam bidang pendidikan.
Tujuan jangka panjang dari kegiatan seperti Lapak Baca ini adalah untuk menumbuhkan budaya intelektual yang lebih kuat di kalangan mahasiswa, sehingga kampus tidak hanya menjadi tempat untuk belajar secara formal, tetapi juga menjadi tempat untuk berpikir, berdiskusi, dan mengembangkan gagasan-gagasan besar. Kampus yang memiliki budaya intelektual yang kuat akan melahirkan lulusan-lulusan berkompeten secara akademis, tetapi juga kritis, inovatif, dan berkomitmen untuk berkontribusi dalam perbaikan masyarakat.
Di tengah rendahnya tingkat literasi di Indonesia, mahasiswa memiliki tanggung jawab besar untuk menjadi pionir dalam membangun budaya literasi yang lebih baik. Salah satu cara untuk mencapai hal ini adalah dengan menciptakan ruang-ruang diskusi yang memungkinkan mahasiswa untuk membahas berbagai isu yang penting, seperti ketimpangan akses pendidikan, rendahnya kualitas literasi, dan peran pendidikan dalam memajukan bangsa. Melalui diskusi-diskusi ini, mahasiswa dapat memunculkan ide-ide baru yang dapat membantu meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Lebih jauh lagi, dengan adanya ruang-ruang intelektual seperti ini, mahasiswa juga dapat mengambil peran sebagai agen perubahan dalam meningkatkan literasi di kalangan masyarakat luas. Misalnya setelah berdiskusi di Lapak Baca mahasiswa dapat merumuskan rencana untuk mengadakan kegiatan literasi di luar kampus, seperti mendirikan perpustakaan keliling atau mengadakan kelas literasi untuk masyarakat. Dengan demikian diskusi intelektual yang dimulai di kampus dapat berdampak langsung pada peningkatan literasi di masyarakat.
Menghidupkan ruang intelektual di kampus melalui kegiatan seperti Lapak Baca adalah salah satu langkah penting dalam meningkatkan literasi dan pendidikan di Indonesia. Seperti halnya kedai kopi di masa Revolusi Prancis yang menjadi pusat intelektual dan katalis perubahan sosial, Lapak Baca berfungsi sebagai tempat di mana mahasiswa dapat berkumpul, berdiskusi, dan memunculkan gagasan-gagasan besar yang dapat berkontribusi pada perbaikan sistem pendidikan di Indonesia.
Meskipun tantangan literasi dan pendidikan di Indonesia masih besar, ada harapan bahwa dengan adanya ruang-ruang diskusi intelektual seperti ini, mahasiswa dapat berperan lebih aktif dalam membangun masa depan pendidikan yang lebih inklusif, kritis, dan bermakna. Mahasiswa, sebagai agen perubahan, memiliki potensi besar untuk mendorong reformasi pendidikan dan meningkatkan kualitas literasi di Indonesia. Dengan dukungan dari ruang intelektual yang memadai, potensi ini dapat diaktualisasikan untuk membawa perubahan yang positif bagi bangsa dan negara.
Penulis: Marc Akmal ( Kabid P3A HMI Komisariat Hukum Unand)