Padang sore Jumat (29/8), tepatnya pukul 16.00 WIB, teriakan “pembunuh” serentak menggema menuju Markas Polda Sumatra Barat. Suara itu lahir serempak dari keresahan yang bersarang di dada mahasiswa, masyarakta sipil, serta drivel ojol yang ikut berdiri di barisan. Mereka tidak sekedar berkumpul, ada keresahan bersama yang menyatu di tengah perkumpulan massa itu.
Hari itu, jalanan Kota Padang tidak lagi sekedar tempat berlalu lintar kendaraan. Berbagai tulisan pada spanduk, poster, dan megafom menjadi sinyal bahwa masyarakat menolak untuk diam. Mahasiswa dengan macam warna almamater kebanggaannya berdiri di barisan paling depan, disusul dengan komunitas masyarakat sipil, perwakilan organisasi, pers, dan driver ojol dengan jaket kebanggaannya. Semuanya berdiri serentak untuk menyuarakan hak rakyat. Bukan tanpa sebab, kemarahan masyarakat dipicu oleh banyaknya kebijakan yang merugikan mereka, dan untuk memperjuangkan keadilan bagi korban tindakan represif aparat.
Orasi dibuka lantang oleh perwakilan mahasiswa yang berteriak menyuarakan kekecewaannya, berlanjut disambung oleh teriakan serak dari seorang driver ojol, dan bergantian berpindah dari satu suara ke suara lain. Kata-kata yang keluar menampar, mengutip sila kelima Pancasila yang beralih ke Pancasusila, “keadilan sosial bagi masyrakat kelas atas”. Bukan tanpa sebab sila Pancasila itu terdengar berubah, kalimat tersebut lebih mirip ironi. Keadilan yang katanya bagi seluruh rakyat Indonesia, pada kenyataannya hanya milik mereka yang kalangan atas saja. Rakyat kecil hanya menerima sisa-sisa dan tanpa tanggung jawab.
Wildan Kurniawan Harahap, selaku Menko Pergerakan BEM KM Unand, berbicara tanpa ragu
“Hari ini kita melaksankan aksi atas dasar keresahan bersama. Ada mahasiswa, masyarakat sipil, ormas, bahkan juga pemuda Pancasila serta OKP. Semua hadir tanpa konsolidasi sebelumnya, karena kita semua disini sama-sama merasakan kemarahan. Baru kemarin seorang driver ojol dilindas mobil Brimob, mobil yang dibeli dengan uang rakyat, tapi malah merenggut nyawa rakyat. Dari sini kami meminta untuk tidak adanya lagi tindakan represif aparat, institusi kepolisian ini segera berbenah, dan suara kami sampai ke pusat”
Wildan juga menegaskan jika keresahan hari ini tidak kunjung dijawab, aksi akan terus berlanjut hingga tuntutan masyarakat dipenuhi. Di sisi lain, suara yang sedikit getir tapi tak ragu datang dari sorang driver ojek online. Kevin Putra Perdana, seorang driver ojol dengan suara yang sedikit bergetar, entah itu karena marah atau pilu. “kami sangat prihatin, saudara kami ditabrak Brimob, lalu disebut tidak ada unsur kesengajaan, tapi menurut kami disini ada. Kami berharap driver Ojol di Kota Padang bisa Bersatu, ikut membela saudara kita dalam aksi luar biasa ini.”
Di sekeliling, hampir setiap ponsel dan kamera merekam dan mengambil gambar setiap Gerakan yang ada, bendera-bendera dikibarkan, spanduk dan poster dengan bertuliskan kalimat-kalimat penuh amarah diangkat tinggi-tinggi. Sementara itu, di tengah teriakan massa, barisan polisi tetap berdiri kaku di gerbang.
Suasana memanas ditandai dengan mulai semakin kerasnya teriakan massa yang menandakan ada luapan amarah yang tidak kunjung menjadi perhatian.
Dari layar sosial media, dunia maya tidak hentihentinya juga ikut membara dalam menyuarakan apa yang sedang terjadi di Indonesia. Video peristiwa nahas tersebut terus berputar dan terserabar ke seuluruh penjuru bangsa, dengan tagline yang hampir sama: seorang driver ojek online dilintas kendaraan taktis Brimob. Warganet bersuara menunjuk aparat agar segera bertangung jawab.
Demo di depan Gedung kokoh Polda Sumbar itu berakhir saat hari sudah gelap, tapi rasa perih dan amarah masih belum padam. Di dada para pendemp tersebut, masih ada teriakan “pembunuh” yang masih menggema, dan tulisan fisik yang tertinggal di dinding gerbang menuntut jawaban pasti untuk keadilan.
Bagi massa aksi, ini bukan sekedar menuntut keadilan atas sebuah kejadian. Ini juga tentang harga diri rakyat kecil, tentang suara yang tidak pernah didengar, dan protes yang dianggap hal tak perlu. Dari orasi hingga poster, teriakan keras hingga doa dalam hati, semuanya menunjukkan bahwa rakyat masih punya nyali untuk menagih yang namanya keadilan.
Penulis: Shielsa Nurhayyuni