Pameran Etnofotografi Edy Utama Ungkap Wajah Kebudayaan Minangkabau

Di tengah derasnya arus modernisasi, sebuah pameran etnofotografi di Galeri Taman Budaya Sumatra Barat menghadirkan perspektif baru mengenai hubungan Islam dan adat di Ranah Minang. Bertajuk “Islam di Minangkabau: Surau dan Ritus Keberagaman di Sumatra Barat”, pameran karya fotografer sekaligus aktivis kebudayaan Edy Utama ini menampilkan puluhan foto yang merekam kehidupan religius dan sosial masyarakat Minangkabau.

Pameran yang dibuka pada Kamis (24/10) itu digelar atas inisiatif Pusat Kebudayaan Sumatra Barat. Ketua panitia, Thaufiq, mengatakan bahwa penyelenggaraan kegiatan ini berangkat dari kesadaran bahwa Islam dan kebudayaan Minangkabau berkembang dalam ruang sejarah yang sama.

“Secara historis, Islam dan kebudayaan itu lahir dalam ruang yang sama di Minangkabau. Islam berdampingan dengan kebudayaan orang Minang, dan kebudayaan Minang itu sendiri dinafasi oleh Islam,” ujar Thaufiq.

Menurutnya, pameran ini ingin menunjukkan bahwa relasi adat dan agama bukanlah pertentangan, melainkan keselarasan yang membentuk identitas masyarakat Minangkabau. Melalui lensa kameranya, Edy Utama mencoba menangkap jejak keseharian dari suasana surau, kegiatan keagamaan, hingga upacara adat. Setiap foto menyajikan narasi visual yang memperlihatkan bagaimana nilai Islam berbaur dengan adat dalam praktik sosial masyarakat.

Sebagai aktivis kebudayaan, Edy telah lama menaruh perhatian pada dokumentasi visual tradisi dan keagamaan di Sumatra Barat. Ia menilai bahwa fotografi bukan sekadar alat untuk merekam ritus lama, melainkan juga untuk memahami dinamika sosial hari ini.

“Pameran seperti ini tidak hanya tentang ritus, tetapi juga tentang kehidupan kontemporer yang bisa direkam. Menurut saya, penting bagi anak muda untuk berinteraksi dengan kekuatan visual agar mereka bisa memahami pola kehidupan masyarakatnya,” jelasnya.

Foto-foto yang dipamerkan menampilkan potret surau di pedalaman, wajah santri muda, perempuan yang menyiapkan hidangan untuk acara keagamaan, hingga aktivitas adat di nagari. Setiap bingkai memuat narasi kecil tentang bagaimana Islam hadir dalam ruang sosial dan budaya Minang tanpa menghapus identitas lokalnya.

Pameran ini turut dihadiri oleh sejumlah tokoh seperti Andrinof Chaniago (mantan Kepala Bappenas), wartawan senior Khairul Jasmi, dan dosen sejarah Universitas Andalas, Zulqaiyyim. Mereka mengapresiasi pameran ini sebagai ruang dialog lintas generasi tentang posisi kebudayaan Minangkabau di tengah perubahan zaman.

Lebih dari sekadar peristiwa seni, pameran “Islam di Minangkabau” menjadi medium reflektif yang mengajak pengunjung melihat bagaimana identitas masyarakat Minang dibentuk oleh perpaduan antara adat dan nilai-nilai Islam. Bagi Edy Utama, kamera bukan sekadar alat dokumentasi, tetapi juga sarana penelitian. Ia tidak hanya memotret objek, tetapi juga menggali makna di balik setiap peristiwa, menjadikan fotografi sebagai jembatan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan Minangkabau.

Penulis: Nofal Ramadhan