Mahasiswa Unand Gelar Panggung Rakyat Tuntut Penyelesaian Kasus HAM

BEM FH Unand bersama UKM PHP Unand, serta Lembaga Advokasi Mahasiswa Fakultas Hukum (LAM FH) Unand, sukses menggelar Panggung Rakyat "Menelisik Luka Menagih Keadilan" pada Senin (29/9/2025). Acara ini diinisiasi sebagai mimbar bebas untuk mengingat kembali tragedi kelam bangsa, khususnya yang terjadi pada bulan September, sekaligus menuntut penyelesaian kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Panggung Rakyat ini secara tegas merujuk pada apa yang mereka sebut sebagai "September Hitam". sebuah periode dalam sejarah bangsa yang dinilai sebagai arena penindasan yang berulang.

“Hari ini, 29 September 2025, kita mengingat dan membawakan kisah-kisah kelam bagaimana September selalu menjadi arena penindasan. Oleh karena itu, kami menginisiasi acara Panggung Rakyat guna menjadi mimbar bebas untuk mengingat kembali kejadian kelam bangsa yang sampai saat ini menagih keadilannya," ujar Amelia Putri dari BEM FH Unand.

Ia menegaskan simpati terhadap kondisi saat ini dan menekankan bahwa mahasiswa tidak boleh lupa terhadap peristiwa-peristiwa kelam yang hingga kini belum dituntaskan oleh negara.

Dalam orasinya, Fadly Saputra dari LAM FH Unand melontarkan kritik keras terhadap impunitas dan minimnya penyelesaian pelanggaran HAM yang telah berlangsung selama puluhan tahun.

"Sejarah-sejarah terdahulu yang puncaknya dimulai tahun 1965 hingga saat ini (tahun 2025), tidak ada perubahan atas pelanggaran HAM yang terus terjadi tanpa penyelesaian. Bahkan, pemerintah hanya diam dan tidak mau tahu akan kejadian-kejadian itu," kritiknya.

Fadly mempertanyakan esensi demokrasi di Indonesia jika penindasan, pembunuhan, penangkapan, dan pembungkaman terus terjadi, sementara aturan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) dinilai tidak dijalankan. Ia menegaskan peran mahasiswa sebagai "pengulang sejarah atas luka lama" sekaigus penuntut keadilan.

Aksi simbolik dan orasi menjadi puncak pernyataan sikap, yang diiringi dengan pertunjukan monolog, puisi, musik, lapak baca, mural, serta nonton bareng film dokumenter Ingatan dari Timor.

Imelda, Ketua UKM PHP Unand, mengajak seluruh peserta untuk terus menyuarakan perlawanan terhadap penindasan. Penggunaan payung dan pakaian serba hitam menjadi simbol peringatan September Hitam yang disuarakan setiap tahun.

"Panggung rakyat memperingati September Hitam, peringatan yang setiap tahun kita suarakan dengan terjadinya kegiatan-kegiatan yang katanya mereka lakukan untuk menaati perintah atasan," tegas Imelda.

Ironisnya, Imelda juga menyoroti bahwa penindasan tidak hanya terjadi di lembaga legislatif, tetapi juga di lingkungan akademik. "Tidak perlu jauh-jauh ke DPR sana, bahkan tempat kita belajar sekarang, universitas yang kita injak sekarang, sudah menindas. Para akademisi telah menggambarkan aparat yang duduk di sana (DPR)," ujarnya.

Imelda menutup orasi dengan ajakan lantang. "Tidak ada lagi yang bisa kita lakukan selain menyuarakan semua penindasan, semua pembungkaman kawan-kawan. Jangan diam, lawan!"

Panggung Rakyat ini menjadi bukti nyata bahwa di tengah tantangan cuaca dan ancaman pembungkaman, daya kritis mahasiswa sebagai agen perubahan tetap menyala, terus mengingatkan bangsa akan janji keadilan yang belum terpenuhi.

 

Penulis:

Dzakwan Deffa