Padang, 10 September 2025 Fakta tentang kekerasan dan eksploitasi anak kembali mencuat dalam sebuah kuliah umum yang digelar Departemen Antropologi Sosial, FISIP Universitas Andalas, Rabu (10/9). Acara bertajuk “Kekerasan dan Eksploitasi Anak di Malaysia: Faktor dan Implikasi Sosial” menghadirkan Prof. Madya Khadijah Alavi, pakar dari Malaysia, sebagai narasumber utama.
Acara yang berlangsung di Gedung FISIP UNAND pukul 09.00–11.00 WIB ini dibuka secara seremonial oleh Ketua Departemen Antropologi Sosial, Prof. Dr. Zainal Arifin, M.Hum, dengan moderator Dr. Noviy Hasanah, M.Hum. Hadir pula sejumlah dosen antropologi sosial dan puluhan mahasiswa yang antusias mengikuti diskusi.
Dalam paparannya, Khadijah Alavi menekankan bahwa eksploitasi anak bukan sekadar isu moral, tetapi juga persoalan struktural yang berakar pada relasi kuasa, ekonomi, dan lemahnya perlindungan sosial. Ia mendefinisikan eksploitasi anak sebagai “pengabaian atau penganiayaan terhadap anak-anak untuk keuntungan pribadi maupun kewenangan.”
Ia memaparkan tiga bentuk eksploitasi yang paling menonjol di Malaysia:
- Eksploitasi Seksual termasuk perdagangan seks anak-anak yang dilakukan oleh jaringan terorganisir.
- Eksploitasi Buruh anak-anak dipaksa bekerja dalam kondisi berbahaya, tanpa perlindungan dan hak dasar.
- Eksploitasi Daring praktik baru yang melibatkan anak-anak dalam operasi penipuan online, yang makin marak di era digital.
“Fenomena ini bukan hanya melukai masa depan anak-anak, tapi juga menyingkap wajah gelap masyarakat modern yang kerap mengorbankan generasi muda demi keuntungan ekonomi,” ungkap Khadijah.
Hasil penelitian yang ia bawa menunjukkan bahwa korban eksploitasi anak kerap terjebak dalam lingkaran sosial yang sulit diputus. Mereka mengalami trauma psikologis, kehilangan akses pendidikan, hingga berisiko menjadi pelaku kekerasan di masa depan.
Maskota Delvi salah satu dosen Antropologi menegaskan bahwa kajian semacam ini penting bagi mahasiswa antropologi untuk membaca fenomena sosial secara kritis. “Isu eksploitasi anak tidak bisa dilepaskan dari konteks budaya, politik, dan ekonomi global. Mahasiswa harus melihat ini bukan sekadar kasus individual, tetapi sebagai gejala struktural,” jelasnya.
Investigasi akademik yang dipaparkan Khadijah menyoroti beberapa faktor pendorong eksploitasi anak di Malaysia, antara lain:
- 1.Kemiskinan keluarga yang memaksa anak-anak bekerja atau dijual ke jaringan tertentu.
- Kelemahan hukum yang membuat pelaku jarang mendapat hukuman setimpal.
- 3.Globalisasi digital yang membuka ruang baru bagi eksploitasi daring.
Hal ini mengindikasikan bahwa eksploitasi anak bukan hanya masalah domestik Malaysia, tetapi juga persoalan lintas negara yang membutuhkan perhatian serius dari komunitas internasional.
Sejumlah mahasiswa yang hadir mengaku terkejut dengan data yang dipaparkan. Mereka menilai isu eksploitasi anak sering luput dari perhatian publik, padahal dampaknya begitu luas. Diskusi ini membuka ruang bagi mahasiswa untuk melakukan penelitian lebih lanjut, terutama dalam menghubungkan teori antropologi dengan realitas sosial kontemporer.
Kuliah umum ini tidak hanya menguak bentuk dan dampak eksploitasi anak di Malaysia, tetapi juga menantang mahasiswa dan akademisi untuk terlibat lebih jauh dalam riset dan advokasi. Investigasi sosial yang mendalam diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk merumuskan solusi, sekaligus memperkuat kesadaran kolektif bahwa perlindungan anak adalah tanggung jawab bersama.
Penulis:
Nofal Ramadhan