Kebocoran Data Nasabah: Teguran Bagi Sistem Perbankan Negara di Era Digital

Perkembangan teknologi informasi telah membawa kemudahan besar dalam layanan perbankan, terutama bagi bank-bank syariah yang semakin banyak dipilih oleh masyarakat sebagai alternatif layanan finansial. Namun di balik kemudahan itu muncul risiko serius berupa pelanggaran keamanan data. Kasus peretasan data milik Bank Syariah Indonesia pada 2023 lalu menunjukkan bahwa kemajuan digital juga membuka celah bagi tindakan kejahatan siber yang bisa mengekspos data sensitif nasabah dari identitas pribadi hingga informasi finansial. Perkara ini memaksa kita untuk mempertanyakan: seberapa siap regulasi dan implementasi pengamanan dalam menjamin kerahasiaan data di bank?

Berdasarkan hasil penelitian Keliat, Siregar, Zulkifli dan Purba (2023) dalam Jurnal Ilmu Hukum Prima dijelaskan peretasan data Bank Syariah Indonesia dianggap pelanggaran serius terhadap hak privasi nasabah dan keamanan informasi. Bank Syariah Indonesia sebagai lembaga perbankan memiliki kewajiban hukum berdasarkan undang-undang termasuk Undang‑Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Undang‑Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), serta regulasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menjaga kerahasiaan data nasabah. Jika terjadi kebocoran atau penyalahgunaan data, secara hukum bank dapat dikenai sanksi, dan nasabah berhak mendapatkan perlindungan serta ganti rugi. Sayangnya, faktor internal (seperti oknum pegawai) dan eksternal (peretasan melalui sistem) membuat celah ini sulit tertutup sehingga terjadi pelanggaran.

Perkara ini memperlihatkan bahwa perlindungan hukum bagi nasabah bank di Indonesia masih belum efektif dan tidak disertai implementasi konkret. Regulasi memang ada, tetapi pengawasan dan mekanisme keamanan belum cukup mampu mencegah kebocoran data. Di satu pihak, bank harus meningkatkan sistem keamanan enkripsi, kontrol akses, audit rutin serta transparansi kepada nasabah terkait penggunaan data. Di sisi lain, negara dan regulator perlu memperkuat penegakan hukum, memberi sanksi tegas, dan memastikan bahwa pelanggaran diproses sampai ke ranah pidana atau administratif. Selain itu, masyarakat sebagai nasabah harus diberi edukasi agar sadar akan hak-hak mereka dan pentingnya menjaga data pribadi serta berhati-hati dalam berbagi informasi sensitif.

Penutupan kasus kebocoran data Bank Syariah Indonesia bukan semata tanggung jawab bank, melainkan panggilan bagi seluruh elemen regulator, lembaga keuangan, dan masyarakat untuk membangun ekosistem perbankan digital yang aman, adil, dan bertanggung jawab. Jika kerjasama ini dijalankan dengan sungguh-sungguh, maka kepercayaan nasabah dapat terjaga, inovasi di sektor keuangan dapat terus berkembang, dan hak privasi setiap individu mendapat perlindungan nyata. Tanpa upaya bersama, kemajuan teknis justru bisa berubah menjadi bumerang bagi masyarakat.

Penulis:

Jihan Dwi Rahayu