Organisasi mahasiswa merupakan wadah pengembangan minat, bakat, dan kepemimpinan mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Andalas. Di lingkungan FISIP Universitas Andalas, Ormawa memegang peranan penting dalam membentuk iklim akademik dan kultural yang progresif. Namun dalam beberapa tahun terakhir, muncul keluhan terkait ketimpangan alokasi dana kegiatan antar organisasi mahasiswa. Di FISIP sendiri, mahasiswa yang terlibat dalam organisasi sering kali mengalami kendala dalam mengikuti berbagai kegiatan karena keterbatasan anggaran yang dinilai sangat minim dan sulit diakses. Fenomena ini merugikan mahasiswa sebagai kontributor utama kampus dan menciptakan kesenjangan dalam akses dan pelaksanaan program kegiatan kemahasiswaan.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan tim penulis, terlihat jelas bahwa anggaran yang disalurkan fakultas untuk berbagai kegiatan ormawa sangat jauh dari kebutuhan nyata mahasiswa. Misalnya, pada kegiatan Liga FISIP UI, Tim futsal FISIP Unand memberangkatkan 15 orang, termasuk manajer dan pelatih, dari Sumatera Barat menuju Jakarta. Biaya perjalanan lintas pulau ini tentunya jauh lebih besar jika dibandingkan dengan tim dari universitas di Pulau Jawa. Ketimpangan ini menunjukkan perlunya evaluasi serius dari pihak FISIP Unand terkait komitmen dalam mendukung prestasi dan nama baik fakultas di kancah nasional.
Kurangnya perhatian fakultas terhadap beberapa ormawa lain menjadi persoalan serius. Hal ini turut dialami oleh Detak Alinea. Sejumlah agenda penting Detak Alinea, seperti Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar dan rencana penerbitan majalah, juga kerap terhambat karena tidak memperoleh alokasi dana. Padahal, kegiatan-kegiatan tersebut merupakan fondasi dalam meningkatkan kualitas literasi, profesionalisme, serta integritas jurnalisme mahasiswa di lingkungan kampus. Kurangnya perhatian ini menunjukkan bahwa komitmen fakultas terhadap pengembangan pers mahasiswa masih belum sejalan dengan pentingnya kebebasan akademik dan ekosistem yang sehat.
Sedangkan pada kegiatan Pekan Olahraga Mahasiswa (POM), fakultas kembali memberikan alokasi dana yang sangat terbatas, yakni hanya sebesar Rp28.000.000 dari Rp42.000.000 yang diajukan panitia. Anggaran untuk POM ini bahkan sebagian besar ditutupi melalui subsidi peserta lomba yang berasal dari berbagai jurusan, padahal idealnya penyelenggaraan acara tingkat fakultas seperti ini didanai penuh oleh institusi agar tercipta keadilan akses.
Hal yang sama juga sangat jelas terjadi pada BEM FISIP. Seluruh program kerja BEM selama satu periode hanya didukung oleh dana fakultas sebesar Rp7.000.000. Jumlah ini amat terbatas dan tidak sepadan dengan beban organisasi, apalagi jika dibandingkan dengan proker BEM di fakultas lain atau universitas ternama. Minimnya dana tersebut berpotensi menghambat inisiatif mahasiswa untuk berkontribusi secara optimal dan inovatif dalam pengembangan lingkungan kampus.
Di sisi lain, FISIP Universitas Andalas justru terlihat menghamburkan dana besar untuk pembangunan Gedung Mabes FISIP dengan anggaran mencapai miliaran rupiah. Namun, hasil fisik gedung tersebut jauh dari ekspektasi dan tidak proporsional dengan besarnya dana yang telah dialokasikan, gedung tersebut bisa diberikan julukan “POLES-POLES DIKIT”. Kondisi ini menimbulkan kecurigaan kuat terhadap praktik penyimpangan, bahkan indikasi korupsi yang sangat tinggi.
Pertanyaan penting yang muncul adalah mengapa dana sebesar itu tidak dialokasikan untuk kebutuhan yang lebih mendesak dan langsung berdampak pada mahasiswa, seperti peningkatan anggaran untuk mendukung seluruh organisasi kemahasiswaan (ormawa) di Unand atau bahkan penyediaan beasiswa khusus bagi anak-anak FISIP yang berprestasi atau berasal dari keluarga kurang mampu. Padahal, dukungan dana yang memadai untuk ormawa dan beasiswa akan sangat membantu meningkatkan kualitas kegiatan kemahasiswaan dan memperkuat motivasi belajar serta prestasi mahasiswa.
Jika dana yang seharusnya digunakan untuk pengembangan infrastruktur besar-besaran ini dialihkan secara lebih transparan dan tepat sasaran, manfaatnya akan jauh lebih terasa bagi kemajuan dan kesejahteraan civitas akademika FISIP Unand secara keseluruhan. Ketimpangan ini memunculkan beberapa persoalan diantaranya:
- Kegiatan organisasi tertentu tidak dapat berjalan optimal karena keterbatasan dana, ketika dana yang diterima oleh suatu organisasi jauh lebih rendah dibandingkan kebutuhan kegiatan yang telah direncanakan, organisasi tersebut menghadapi berbagai kendala teknis dan non-teknis.
- Ketidakjelasan indikator pembagian anggaran, Salah satu akar utama ketimpangan adalah ketiadaan standar baku dalam penentuan jumlah dana yang diberikan kepada masing-masing organisasi. Ketidakjelasan indikator ini menimbulkan beberapa dampak salah satunya Terjadi inkonsistensi dari tahun ke tahun, sehingga organisasi kesulitan merencanakan program secara jangka panjang.
- Kurangnya transparansi proses perumusan anggaran, Transparansi merupakan prinsip dasar dalam pengelolaan keuangan publik. Namun, dalam beberapa kasus, proses perumusan dan pembagian anggaran untuk organisasi mahasiswa tidak sepenuhnya dibuka kepada seluruh pemangku kepentingan. Kurangnya transparansi dapat terlihat dari tidak disampaikannya total anggaran kemahasiswaan kepada seluruh ormawa, Tidak adanya publikasi mengenai perhitungan anggaran tiap organisasi, dan Minimnya ruang dialog terbuka antara fakultas, BEM, dan organisasi mahasiswa. Hal ini membuat organisasi mahasiswa kesulitan memahami bagaimana keputusan anggaran dibuat.
Dana organisasi seharusnya menjadi instrumen untuk mendukung pengembangan minat, bakat, dan potensi kepemimpinan mahasiswa secara merata. Namun dalam praktiknya, terdapat beberapa indikator yang menyebabkan pembagian dana tersebut belum mencerminkan asas keadilan dan proporsionalitas. Ketimpangan ini tidak hanya terlihat dari jumlah nominal yang diterima setiap organisasi, tetapi juga dari mekanisme, transparansi, dan kriteria penyaluran dana yang digunakan oleh pihak fakultas. Kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses alokasi dana. Mahasiswa sering kali tidak mengetahui secara jelas berapa total dana kemahasiswaan yang disediakan oleh fakultas dan bagaimana mekanisme pembagiannya. Tidak adanya publikasi laporan keuangan atau kriteria penilaian proposal menyebabkan proses pendanaan terkesan tertutup. Ketertutupan informasi ini menjadi salah satu akar ketimpangan karena meniadakan mekanisme kontrol sosial dari mahasiswa sendiri.
Fenomena ini mencerminkan kurangnya perhatian fakultas terhadap kebutuhan nyata organisasi mahasiswa dalam menjalankan berbagai kegiatan penting, baik di bidang akademik, olahraga, maupun pengembangan soft skills. Jika situasi ini tidak segera diperbaiki, dikhawatirkan akan menurunkan antusiasme mahasiswa dalam berprestasi dan berpartisipasi aktif mengharumkan nama fakultas dan universitas pada level regional maupun nasional.
Dengan demikian, sudah semestinya FISIP Unand melakukan refleksi, benchmarking, dan realokasi yang lebih proporsional serta berpihak pada kebutuhan mahasiswa. Komitmen peningkatan kualitas dan fasilitas kemahasiswaan bukan hanya soal angka pada tabel, tetapi juga cerminan keberpihakan fakultas terhadap pengembangan sumber daya mahasiswa secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Dalam konteks ini, organisasi mahasiswa merasa dirugikan karena sebagian besar anggaran fakultas yang seharusnya bisa digunakan untuk mendukung kegiatan, pelatihan, dan pemberdayaan mahasiswa justru terserap ke dalam proyek infrastruktur yang tidak jelas manfaatnya. Terlebih lagi, minimnya transparansi dalam pelaporan anggaran pembangunan menimbulkan kecurigaan bahwa proyek-proyek tersebut menjadi lahan penyalahgunaan wewenang oleh pihak fakultas atau oknum tertentu yang memiliki akses terhadap pengelolaan dana, kondisi ini tentu tidak hanya menghambat perkembangan organisasi, tetapi juga mengurangi kesempatan mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman dan pengembangan diri melalui kegiatan kemahasiswaan.
Tidak Adanya Standar Baku dalam Pembagian Dana Ormawa
Salah satu permasalahan paling mendasar adalah ketiadaan standar baku yang dijadikan pedoman oleh fakultas atau pihak pengelola anggaran dalam menentukan porsi dana untuk masing-masing ormawa. Artinya, tidak ada dokumen resmi atau formula jelas yang menyebutkan:
- Indikator apa yang digunakan dalam menentukan besaran dana?
- Apakah dana diberikan berdasarkan kebutuhan organisasi atau sekadar berdasarkan kebiasaan tahunan?
- Bagaimana cara menghitung banyaknya kegiatan, jumlah anggota, atau tingkat urgensi program kerja?
Ketiadaan standar ini membuat proses penganggaran bersifat subjektif dan mudah berubah dari waktu ke waktu. Kondisi ini menjadi awal munculnya ketimpangan dan ketidakpuasan di antara organisasi mahasiswa.
Kurangnya Transparansi Proses Penganggaran
Transparansi merupakan prinsip penting dalam tata kelola anggaran yang baik (good governance). Namun dalam praktiknya, proses penganggaran di beberapa fakultas termasuk FISIP tidak selalu dibuka secara jelas kepada seluruh pihak. Minimnya transparansi dapat dilihat dari:
- Tidak diumumkannya total anggaran kemahasiswaan yang tersedia setiap tahun.
- Tidak ada publikasi tentang dasar pertimbangan pembagian dana.
- Organisasi tidak mendapatkan penjelasan rinci mengenai perbedaan pendanaan antara satu organisasi dengan lainnya.
- Minimnya kesempatan bagi ormawa untuk terlibat dalam pembahasan awal anggaran.
Ketika proses penganggaran tertutup, organisasi mahasiswa tidak dapat menilai apakah dana yang dibagikan sudah sesuai, rasional, dan adil. Hal ini membuka ruang bagi kecurigaan, prasangka, dan spekulasi tentang adanya ketidakobjektifan dalam pembagian anggaran.
Kebutuhan Organisasi yang Tidak Diakomodasi dengan Baik
Setiap organisasi memiliki karakter, fungsi, dan kebutuhan berbeda. Namun dalam praktiknya, pembagian dana sering tidak memperhitungkan perbedaan kebutuhan ini. Akibatnya:
- Organisasi dengan program kerja besar tidak mendapatkan dukungan dana yang cukup.
- Organisasi dengan program lebih sedikit kadang justru mendapat dana berlebih.
- Program jangka panjang seperti pembinaan anggota tidak mendapatkan pendanaan memadai.
Ketidakmampuan sistem anggaran untuk mengakomodasi variasi kebutuhan organisasi menjadi faktor kunci munculnya ketimpangan dan ketidakpuasan.
Rekomendasi Kebijakan
Rekomendasi kebijakan pengelolaan alokasi dana organisasi mahasiswa (Ormawa) di FISIP Universitas Andalas perlu dirancang secara komprehensif untuk mengatasi ketimpangan dalam distribusi dana yang saat ini terjadi akibat birokrasi lamban dan kurang transparan. Ketimpangan ini berpotensi melemahkan kualitas program Ormawa, menimbulkan konflik antar organisasi, dan merusak citra fakultas. Atas dasar tersebut, rekomendasi kebijakan yang diusulkan menekankan pentingnya pembentukan kriteria baku alokasi dana yang proporsional, transparan, dan partisipatif serta pengawasan yang akuntabel.
Pertama, kriteria baku harus ditetapkan sebagai panduan alokasi dana, misalnya berdasarkan jumlah anggota aktif dan beban kegiatan yang dijalankan oleh setiap Ormawa. Dengan adanya ukuran yang jelas, distribusi dana dapat berlangsung secara obyektif tanpa favoritisme atau pengurangan yang tidak jelas. Kedua, partisipasi Ormawa dalam proses penyusunan anggaran harus diperkuat melalui forum konsultasi atau perwakilan tetap agar suara seluruh organisasi dapat didengar dan kebutuhan mereka benar-benar terpenuhi.
Selanjutnya, transparansi pengelolaan dana sangat penting. Mekanisme pengawasan independen melalui audit internal dan eksternal perlu diterapkan untuk memastikan akuntabilitas dan meminimalkan potensi penyalahgunaan dana. Selain itu, mekanisme penyelesaian sengketa, seperti pembentukan ombudsman kampus, dapat mempercepat penyelesaian keluhan dana tanpa harus melalui proses hukum yang panjang.
Penerapan kebijakan ini juga harus diiringi dengan sosialisasi dan edukasi mengenai aturan yang berlaku, khususnya UU Keluarga Besar Mahasiswa yang mengatur pemanfaatan dana kemahasiswaan. Informasi keuangan yang terbuka dan mudah diakses oleh seluruh mahasiswa menjadi bagian dari prinsip good governance yang harus ditegakkan. Dengan kebijakan yang komprehensif ini, diharapkan ketimpangan alokasi dana Ormawa dapat diatasi, kualitas program kemahasiswaan meningkat, konflik internal organisasi diminimalisir, dan kepercayaan mahasiswa serta publik terhadap pengelolaan dana kemahasiswaan di FISIP Universitas Andalas dapat dipertahankan dan ditingkatkan.
Penulis:
- Cici Ramadhani
- Syelvi Maulinda
- Latifa Rachmadhina Ibra
- Fauzana Iryadi
- Rafi Maulana Dendra