Hutan Mangrove: Penjaga Garis Pantai, Penopang Ekonomi Rakyat

Mengapa Kita Perlu Peduli dengan Mangrove?

Pernahkah Anda membayangkan sebuah "hutan" yang hidup di air asin, menahan ombak, menyerap karbon, menjadi rumah bagi ratusan spesies, sekaligus bisa menjadi sumber pendapatan warga pesisir?

Hutan mangrove, merupakan ekosistem unik yang tidak hanya menyelamatkan lingkungan, tapi juga menghidupi masyarakat.

Di Sumatera Barat, kawasan mangrove tersebar di pesisir Kabupaten Pesisir Selatan, Padang Pariaman, dan sebagian Kota Padang. Namun sayangnya, banyak hutan mangrove di daerah ini mengalami degradasi akibat alih fungsi lahan dan kurangnya kesadaran masyarakat.

Melalui artikel ini, mari kita pahami betapa berharganya hutan mangrove secara ekologis, ekonomis, dan sosial, dan mengapa masyarakat Sumatera Barat perlu bergerak bersama untuk menjaganya.

Manfaat Ekologis Hutan Mangrove

Mangrove bukan sekadar pepohonan di pinggir pantai. Mereka adalah pahlawan ekologi yang diam-diam bekerja keras setiap hari.

  1. Penahan Abrasi dan Tsunami

Akar-akar mangrove yang rapat dan kokoh bisa menyerap energi gelombang laut. Studi Wibowo (2006) menunjukkan bahwa kawasan mangrove mampu mengurangi dampak gelombang tsunami hingga 70–90%.

  1. Penyerap Karbon yang Efektif

Hutan mangrove termasuk ekosistem dengan kapasitas penyimpanan karbon tertinggi di dunia. Menurut Heriyanto & Subiandono (2016), biomassa mangrove di Kalimantan Barat menyimpan sekitar 157 ton karbon per hektar.

  1. Rumah Bagi Keanekaragaman Hayati

Mangrove menjadi habitat bagi berbagai biota seperti kepiting, udang, ikan, dan burung migran. Ini menjadikan mangrove sebagai “nursery ground” penting dalam rantai makanan laut.

Manfaat Ekonomis: Mangrove Menghidupi Rakyat

  1. Sumber Mata Pencaharian

Masyarakat pesisir menggantungkan hidup pada hasil laut seperti kepiting bakau dan ikan yang berkembang biak di sekitar mangrove.

Studi Sri Hastuty (2016) di Luwu, Sulsel, mencatat nilai ekonomi dari hutan mangrove mencapai Rp 11,5 juta/ha/tahun hanya dari sektor perikanan tradisional.

  1. Potensi Ekowisata

Di beberapa wilayah Indonesia, mangrove dikembangkan sebagai destinasi wisata edukasi dan fotografi alam. Wahyuningsih (2021) menyebut bahwa ekowisata mangrove dapat mendorong ekonomi lokal sekaligus meningkatkan kesadaran konservasi.

Sumatera Barat juga mulai mengembangkan kawasan wisata berbasis mangrove di daerah Pasir Jambak dan Air Bangis.

  1. Bahan Baku Industri Kecil

Daun dan buah mangrove dimanfaatkan untuk pewarna alami, sirup, bahkan sabun. Kayunya bisa digunakan untuk arang ramah lingkungan jika dikelola secara lestari.

Kondisi Mangrove di Sumatera Barat

Kondisi hutan mangrove di Sumatera Barat (Sumbar) saat ini adalah kritis dan mengalami degradasi serius, dengan sekitar 50% dari total luas 39 ribu hektar hutan mangrove berada dalam kondisi rusak. Penyebab utama kerusakan adalah alih fungsi lahan untuk perkebunan sawit, pembangunan tambak udang, infrastruktur, dan aktivitas pariwisata, yang juga menyebabkan pencemaran sungai dan hilangnya habitat biota laut. Kondisi ini mendorong pemerintah dan masyarakat untuk menginisiasi upaya konservasi dan penanaman kembali mangrove serta mendorong pengesahan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengelolaan Ekosistem Mangrove. 

Manfaat Sosial: Menguatkan Komunitas Pesisir

  • Pendidikan dan Edukasi

Mangrove menjadi ruang edukasi yang hidup untuk mengenalkan pentingnya konservasi sejak dini kepada anak-anak sekolah.

  • Ketahanan Sosial dan Budaya

Masyarakat lokal memiliki kearifan lokal dalam menjaga mangrove, seperti di Nagari Sungai Pinang, Pesisir Selatan, yang menerapkan larangan menebang mangrove sembarangan.

Hutan mangrove bukan sekadar "hutan pinggir laut". Ia adalah benteng alami, sumber kehidupan, dan warisan ekologi untuk anak cucu kita. Khususnya bagi masyarakat Sumatera Barat, menjaga mangrove adalah menjaga masa depan pesisir — dari abrasi, dari krisis iklim, dan dari hilangnya sumber penghidupan.

Mari kita jaga bersama. Karena kalau bukan kita, siapa lagi?