Warnet: Tempat Hiburan atau Pelarian Anak Muda yang Terluka?

Padang, 29 Mei 2025 “Main di warnet itu kaya pelarian sih, cape kuliah, suntuk, ya main game aja. Kadang juga pengen nostalgia, dulu sering ke warnet waktu kecil.” ujar Farhan, mahasiswa Universitas Andalas, saat ditemui di salah satu warnet. Lingkungan kampus Universitas Andalas di sepanjang Jalan Dr Moh. Hatta menjadi pilihan terbaik anak muda untuk bercengkrama. Lock Gaming, salah satu warnet yang ada di lingkungan kampus Universitas Andalas kerap ramai dikunjungi tiap hari, mulai pukul 20.00-00.00 dini hari masih banyak aktivitas dari anak muda, seperti bermain game, bersantai, atau hanya untuk mengisi waktu luang masing-masing.

Sebagian besar dari mereka yang beraktivitaas di warnet adalah mahasiswa dan pelajar yang menganggap warnet sebagai tempat untuk refreshing. Bagi banyak anak muda, warnet tidak hanya menjadi tempat bermain, tapi juga ruang pelarian emosional yang dianggap “aman”, karena adanya perasaan ingin hidup lebih bebas dan nyaman tanpa memikirkan waktu, terlebih lagi jika hidup sebagai perantauan. Sehingga, suasana warnet yang gelap, dingin, dan tenang menjadi alasan utama mereka merasa lebih nyaman berada di warnet dibanding di kos atau tempat publik lain. Fadlan, seseorang yang kami wawancara mengatakan bahwa alasan ia bermain warnet itu sebagai bentuk untuk mencari suasana baru. “Alasan aku main sih untuk refreshing, untuk cari suasana baru, untuk cari kesenangan, hilangin kebosanan, kaya killing time saat bosan untuk isi waktu luang,” ungkap Fadlan. 

Lampu redup, suara keyboard yang berirama, dan aroma khas dari pendingin ruangan menciptakan nuansa yang membuat mereka merasa “tidak sendirian”. Dalam kondisi itu, mereka bisa larut dalam permainan, melupakan sejenak beban tugas, tekanan rumah, atau rasa hampa karena jauh dari keluarga. Warnet seolah menjadi “tempat aman sementara” yang tidak menuntut banyak, hanya menyediakan ruang untuk melepaskan rasa.

Menurut Penelitian dari Institute for Child and Adolescent Mental Health (2022) mengungkapkan bahwa sekitar 70% remaja yang mengalami kurang perhatian dari orang tua menunjukkan kecenderungan menghabiskan waktu berlebihan di warnet atau ruang game selepas jam sekolah. Mereka cenderung mencari pelarian dari rasa kesepian dan merasa tidak cukup dipedulikan di rumah, sehingga dunia maya menjadi pelampiasan emosional mereka.

Perlu di garis bawahi fenomena ini bukan sekadar kebiasaan bermain game online, melainkan cermin dari permasalahan sosial yang berkembang di kalangan remaja saat ini. Berdasarkan penelitian oleh Mirna Siska Dewi dan Nurmina (2024) dari Universitas Negeri Padang, sekitar 39,1% mahasiswa menunjukkan kecanduan ringan terhadap game, dengan mayoritas responden berusia sekitar 21 tahun, responden mengaku bermain di warnet hingga larut malam sebagai bentuk pelampiasan kejenuhan akademik dan tekanan pribadi. Lokasi warnet yang dekat dengan kos-kosan mahasiswa juga memperkuat kebiasaan tersebut.

Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) dalam laporan tahun 2020 juga menyebutkan bahwa sekitar 60% anak-anak yang menghabiskan waktu larut malam di tempat umum mengalami perasaan kurang dihargai dan merasa tidak aman secara emosional di rumah. Tulisan dan studi ini menunjukkan bahwa masalah ini bukan hanya kebiasaan, tetapi berkaitan erat dengan luka emosional yang perlu penanganan serius.

Sementara itu, warga sekitar dan pihak berwenang tidak terlalu mempermasalahkan kegiatan operasional warnet yang berlangsung hingga dini hari. Mereka berpendapat bahwa selama kegiatan ini tidak mengganggu ketertiban umum, maka tidak perlu terlalu diintervensi. Namun, para ahli penelitian memperingatkan bahwa jika kegiatan ini dibiarkan tanpa

pengawasan dan perhatian yang memadai, luka emosional ini bisa mengakar dan berujung pada masalah serius lainnya.

Dengan demikian, bermain hingga larut malam di warnet bukan sekadar kebiasaan, tetapi juga cerminan dari luka yang belum sembuh di hati mereka. Luka itu memerlukan perhatian dan kasih sayang yang sesungguhnya, bukan sekadar pengalihan sesaat melalui permainan dan dunia maya.

Pentingnya pengelolaan waktu dan kontrol diri dalam membangun arah hidup, pembatasan waktu bermain, menjaga pola tidur, dan mencari rutinitas lain yang positif dapat menjadi solusi lebih baik untuk tetap hidup lebih nyaman tanpa perlu menghabiskan waktu malam di warnet. Karena pada dasarnya, masa depan tidak dibentuk dalam semalam, ia ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan kecil yang dipupuk setiap harinya.

Serta pentingnya memahami bahwa kegiatan bermain warnet tersebut, meskipun tampak biasa, namun bisa menjadi awal dari kondisi sosial dan emosional anak-anak yang membutuhkan perhatian dengan solusi nyata. Membuka komunikasi, memperhatikan perasaan anak, serta penguatan regulasi kegiatan bermain di malam hari adalah beberapa langkah yang bisa dilakukan agar luka yang tersembunyi ini perlahan sembuh. Karena sebenarnya, di balik kebiasaan bermain hingga larut malam, tersimpan luka yang mendalam. Luka yang tak terlihat oleh mata, tetapi sangat terasa di hati dan jiwa mereka.