Gerakan September Hitam yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Andalas di gedung perkuliahan F, berlangsung ramai. Aksi ini bentuk dari protes mahasiswa terhadap pelanggaran hukum dan HAM yang masih terjadi.
Gerakan ini bertujuan untuk menyadarkan masyarakat, khususnya mahasiswa, bahwa pelanggaran HAM masih banyak terjadi dan belum terusut tuntas.
“Tujuan adanya September Hitam ini untuk menyadarkan publik dan juga mahasiswa bahwa pelanggaran HAM banyak terjadi di Indonesia. Pejabat berjanji untuk menuntaskan permasalahan tersebut, namun faktanya tidak kunjung selesai,” ungkap Habli, Ketua Unit Kegiatan Mahasiswa Pengenalan Hukum dan Politik (UKM PHP), pada Jum’at (27/09/2024).
Peringatan September Hitam ini bermakna sebagai sebuah perpanjangan dari semangat para aktivis dahulu dalam menyuarakan tentang bobroknya pemerintah. September juga menyimpan tragedi pelanggaran HAM berat lainnya, seperti Tragedi Kanjuruhan.
Ketua BEM Fakultas Hukum, Basthotan Milka Gumilang, atau kerap disapa Ibas, mengungkap bahwa pelanggaran HAM terjadi karena adanya kerenggangan dari rezim dan aparat penegak hukum dalam menindak pelanggaran hukum di Indonesia.
Tidak hanya mahasiswa, gerakan ini juga dihadiri beberapa dosen aktivis sosial-politik yang juga turut aktif menyuarakan protes atas banyaknya pelanggaran hukum dan HAM di Indonesia.
Dosen Hubungan Internasional, Virtous Setyaka, mengatakan bahwa intelektualitas sangat dibutuhkan bagi mahasiswa untuk terus mendongkrak pemerintah agar sadar dan membuka mata terhadap banyaknya tragedi yang menelan korban jiwa.
Lebih lanjut, Ibas berharap adanya penyelesaian yang adil dari pemerintah bagi keluarga korban yang terkena kasus pelanggaran HAM. Masyarakat menolak lupa akan kejadian-kejadian di Bulan September yang berkaitan dengan pelanggaran hukum dan HAM ini. Sehingga, menuntut pemerintah untuk segera mengusut tuntas dan mengawal sampai selesai.
Reporter: Atikah
Redaktur: Silvia Junisa