Mendorong Pemilih Cerdas: Menilai Etikabilitas dan Kualitas Intelektual Calon Pemimpin di Pilkada

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) akan diselenggarakan sebentar lagi 27 November 2024. Dalam demokrasi, Pilkada berkesempatan bagi kita semua rakyat memilih pemimpin yang akan menjalankan pemerintahan di daerah. Namun di era digital saat ini, ragamnya warna-warni oleh kampanye kandidat, tetapi juga oleh penyebaran informasi yang masih, baik informasi yang sesuai fakta ataupun hoaks (berita bohong). Sayangnya, hoax politik kerap kali muncul dan mempengaruhi keputusan para pemilih.

Kecepatan dan jangkauan informasi serta media sosial membuat informasi baik yang benar ataupun salah dapat menyebar dengan cepat dalam hitungan menit. Hoaks bisa menjangkau ribuan bahkan jutaan orang. Algoritma sosial media yang mengedepankan konten “viral” seringkali kita tak mampu membedakan mana informasi yang benar dan yang salah. Selain itu, minimnya literasi digital masyarakat menjadi salah satu faktor utama penyebaran hoaks.

Panduan Cerdas Memilih di Era Digital

Dilansir dari Video Youtube Official News “Jungkir Balik Menuju Pilkada-Jakarta” pemaparan dari salah satu akademisi Rocky Gerung membuka mata kita agar lebih mudah dalam memilih di saat Pilkada mendatang. Sebelum memilih seorang pemimpin, coba lihat dari tiga kriteria ini:

Etikabilitas (Etika atau Moralitas dalam Kampanye Politik)

Etikabilitas merujuk pada etika dan integritas moral seorang kandidat dalam berpolitik dan berkampanye atau kepemimpinan sebelumnya yang telah dijalankan. Seberapa jauh seorang kandidat berperilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral yang diterima masyarakat, seperti kejujuran, konsistensi dengan ucapan/janji dan visi misi, tanggung jawab, dan komitmen pada prinsip-prinsip demokrasi.

Intelektualitas (Kecerdasan dan Kapasitas Berpikir)

Setelah melihat integritas moral kandidat, amati intelektualitas kandidat dalam berpikir, menjawab, dan bertindak memberikan solusi. Intelektualitas merujuk pada tingkat kecerdasan kemampuan berpikir kritis, serta pemahaman yang mendalam dari seorang kandidat tentang isu-isu yang dihadapi oleh masyarakat dan negara. Intelektualitas seorang pemimpin dibutuhkan untuk merumuskan kebijakan yang baik, menganalisis masalah dan menawarkan solusi yang logis serta efektif.

Elektabilitas (Daya Tarik untuk Dipilih)

Ini adalah kriteria terakhir yang kita lihat dari seorang kandidat. Elektabilitas merujuk pada tingkat peluang atau kemungkinan seorang kandidat untuk dipilih oleh pemilih dalam sebuah pemilihan. Elektabilitas tidak hanya dipengaruhi oleh kualitas sepak terjang kandidat tetapi juga dipengaruhi oleh popularitas, citra publik, strategi kampanye, dan kemampuan kandidat dalam menarik simpati pemilih.

Dalam kampanye politik, etikabilitas, intelektualitas, dan elektabilitas adalah tiga komponen yang sangat penting dan saling melengkapi. Etikabilitas memastikan bahwa akan  bertindak dengan moral yang baik, intelektualitas menunjukkan kapasitas mereka untuk berpikir dan kritis dalam menganalisis masalah sedangkan elektabilitas memperlihatkan seberapa besar dukungan yang bisa mereka kumpulkan untuk memenangkan pemilihan.

Jadi bagi siapapun yang sudah berhak untuk memilih di bulan November nanti cerdas, cermat, dan logis dalam memilih pemimpin nanti. Rekam jejak digital kandidat yang mencalon sekarang bisa kita akses di internet. Setinggi apapun elektabilitas, tingginya vote suara di internet, ribuan hingga jutaan pengikut mereka di sosial media tetapi etikabilitas mereka rendah dan intelektualitas mereka belum mencerminkan seorang pemimpin, sebaiknya kita pilah-pilih lagi dan berpikir ulang untuk mencoblos. Bukan seberapa banyak nilai uang atau janji manis, namun seberapa tinggi konsistensi mereka serta tanggung jawab dalam berkomitmen dan mengelola sebuah sistem pemerintahan.

Menganalisis Dua Calon Pemimpin Gubernur Sumbar Melalui Pendekatan Idiosinkratik 

Pendekatan idiosinkratik dalam hubungan internasional, seperti yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh seperti Alexander Wendt, menekankan bahwa negara dan pemimpinnya bertindak berdasarkan identitas, norma, dan persepsi yang unik. Menurut Wendt, yang dikenal dengan teori konstruktivisme, negara bukan sekadar aktor yang rasional dengan kepentingan tetap, tetapi terbentuk dari pengalaman sejarah, budaya, dan persepsi tentang dunia. Pandangan ini menunjukkan bahwa keputusan dalam hubungan internasional tidak selalu mengikuti pola universal, tetapi dipengaruhi oleh karakteristik khusus setiap negara dan pemimpinnya.

Dua kandidat akan maju sebagai calon gubernur dan wakil gubernur yang akan memimpin Sumatera Barat nantinya, Mahyeldi-Vasco dan Epyardi-Ekos. Kedua paslon telah tumbuh dan berkecimpung dalam dunia politik sedari muda. 

  • Mahyeldi Ansharullah

Sudah bergelut dalam dunia politik semenjak menjabat sebagai wakil ketua DPRD Sumbar tahun 2004-2009. Gaya kepemimpinan Mahyeldi sebagai Gubernur Sumbar melalui kacamata idiosinkratik terlihat dari keunikannya dalam menggabungkan nilai-nilai keagamaan dan budaya Minangkabau. ini mewakili pendekatan yang khas dan otentik dalam menghadapi kebutuhan masyarakat Sumbar yang multikultural. 

Beberapa program kerja yang telah dilaksanakan diantaranya merealisasikan program unggulan Sumbar sehat dan cerdas, berhasil mendongkrak beberapa subs makro di bidang pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM). Berdasarkan data Tahun 2024 Indeks Pembangunan Literasi (IPLM) Sumbar berhasil menembus kemajuan dengan menduduki peringkat ke-empat se-Indonesia. Mahyeldi juga menerapkan pembangunan unit sekolah di wilayah terkhusus 3T diantaranya SMA Negeri 3 Gunung Talang, SMAN 2 di Sungai Geringging, SLB 1 di Mentawai, SMAN 12 Solok Selatan, dan SMAN 1 Malalak. Gaya ini mencerminkan pendekatan idiosinkratik karena ia tidak hanya fokus pada satu solusi tunggal tetapi juga menyesuaikan strategi sesuai kebutuhan lokal.

  • Epyardi Asda

Pada tahun 2004, Epyardi Asda terpilih sebagai anggota DPR RI mewakili daerah pemilihan Sumatera Barat, posisi yang ia emban selama tiga periode berturut-turut hingga 2018. Karier politiknya terus berlanjut hingga ia terpilih sebagai Bupati Solok untuk periode 2021—2024. 

dengan background sebagai pengusaha dan anggota DPR RI, Epyardi mengkombinasikan wawasan bisnis dengan peran kepemimpinan politiknya. Gaya ini mengedepankan efisiensi dalam pelaksanaan program pengembangan daerah wisata di Cinangkiak, Kabupaten Solok. 

Namun tak bisa ditampik dari keberhasilan program kerja yang telah dicapai baik Mahyeldi ataupun Epyardi, tentu ada dinamika dan beberapa program yang masih mangkrak.

Mahyeldi saat tampil dalam debat Gubernur yang diselenggarakan oleh BEM UNAND, menjawab pertanyaan dari panelis Dr. Virtuous bahwa ada beberapa capaian yang belum dicapai semasa menjabat yaitu pembangunan tol Padang-Sicincin, Gelora Olahraga (GOR) Sikabu, dan Gedung Budaya yang belum terselesaikan, bahkan permasalahan HAM seperti tanah ulayat di Nagari Kapa dengan PT Sawit sampai saat ini belum menemukan titik terang. Permasalahan relokasi PKL di kawasan wisata Pantai Padang belum juga menemukan solusi dan sampai saat ini masih disemuliti kericuhan.

Epyardi yang telah menjabat semasa menjadi Bupati Solok sempat mengalami sorotan sejumlah isu yang menimbulkan ambigu publik. Terdapat beberapa program belum terlaksana diantaranya pembangunan jalan Nagari Air Dingin yang menghubungkan antara Kabupaten Solok dan Solok Selatan yang sampai saat ini belum terealisasi. Selain itu, pada tahun 2022 lalu, Epyardi sempat dilaporkan atas dugaan tindak pidana kasus korupsi pada empat kasus yang berbeda, salah satunya pada reklamasi Danau Singkarak.

Pilih dengan bijak dan penuh pertimbangan warga Sumbar. Pemimpin yang akan memimpin masyarakat dan pemerintahan Sumatera Barat akan berlangsung selama lima tahun mendatang. Pilih sesuai etikabilitas yang dimiliki dari segi moral, sikap dalam memimpin, konsisten dengan janji dan komitmen dalam tanggung jawab. Intelektual dalam menyampaikan argumen berbasis data, memiliki kecerdasan emosional dalam menyikapi situasi, dan elektabilitas sebagai poin terakhir. Jika seorang pemimpin tercoreng etikabilitasnya dalam hidup bermasyarakat bahkan memimpin masyarakat, kecerdasan emosionalnya mungkin perlu dievaluasi kembali dan basis intelektualnya semoga tidak menyombongkan diri dan menjatuhkan orang lain. 

Oleh: Indriani Ratu Kendedes