Memahami Kementerian dalam Sistem Kenegaraan: Sebuah Refleksi bagi organisasi yang masih main negara-negara an.

Indonesia sebagai negara kesatuan yang menganut sistem presidensial memiliki tatanan kenegaraan yang kompleks. Dalam konteks kabinet Indonesia Maju di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, terdapat struktur kementerian yang terbagi dalam dua kategori besar: kementerian koordinator dan kementerian teknis atau bidang. Untuk memahami bagaimana peran dan fungsi kementerian ini berjalan, kita perlu menyelami logika struktural yang dibangun berdasarkan kebutuhan organisasi dalam menjalankan pemerintahan.

Kementerian Koordinator: Pilar Koordinasi Strategis

Kementerian Koordinator, seperti yang dijabarkan dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2019 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara Kabinet Indonesia Maju 2019-2024, memegang peran penting sebagai entitas yang bertugas mengoordinasikan kementerian teknis di bawahnya. Ada empat Kementerian Koordinator yang dibentuk oleh Presiden Jokowi: Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian; Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan; serta Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.

Setiap kementerian koordinator memiliki peran yang jelas dalam menjaga sinkronisasi antar-kementerian teknis. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, misalnya, bertanggung jawab untuk mengoordinasikan Kementerian Keuangan, Kementerian Ketenagakerjaan, dan Kementerian Perindustrian, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 37 Tahun 2020. Di sisi lain, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan mengoordinasikan kementerian seperti Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Pertahanan.

Pentingnya fungsi koordinasi ini terletak pada upaya harmonisasi kebijakan, agar setiap kementerian teknis tidak bekerja secara sektoral tanpa panduan strategis yang komprehensif. Tanpa keberadaan kementerian koordinator, masing-masing kementerian teknis dapat berjalan dengan kepentingannya sendiri, sehingga berpotensi menghasilkan kebijakan yang bertabrakan atau tumpang tindih. Koordinasi menjadi elemen kunci dalam menjaga keterpaduan kebijakan yang pada akhirnya bertujuan untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang efektif.

Struktur Kementerian: Dari Koordinasi Hingga Eksekusi

Peran Kementerian Koordinator, pada dasarnya, berbeda dengan kementerian teknis atau kementerian bidang. Kementerian teknis bertugas dalam lingkup operasional yang lebih konkret dan spesifik, sesuai dengan bidang masing-masing. Contohnya, Kementerian Dalam Negeri memiliki Direktorat Jenderal Administrasi Kewilayahan, Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, dan Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa. Sementara itu, Kementerian Keuangan mengelola urusan fiskal melalui struktur organisasi yang terdiri dari Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.

Pembagian tugas yang terstruktur ini bukan sekadar bentuk organisasi administratif, melainkan merupakan refleksi dari kebutuhan teknis untuk menangani berbagai persoalan yang berbeda secara spesifik. Setiap direktorat jenderal memiliki fungsi yang didelegasikan oleh menteri untuk memastikan kebijakan presiden dijalankan dengan tepat dan efisien.

Dalam hal ini, dapat dilihat bahwa kementerian koordinator berfungsi sebagai penghubung antar-kementerian teknis yang memiliki misi berbeda, namun saling terkait. Hal ini penting karena kompleksitas masalah yang dihadapi sebuah negara besar seperti Indonesia tidak dapat diselesaikan secara sektoral. Koordinasi lintas-kementerian sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional yang bersifat multidimensi.

Meritokrasi dan Profesionalisme dalam Pengelolaan Daerah

Di tingkat daerah, sistem pemerintahan mencerminkan logika yang serupa dengan yang ada di pemerintahan pusat. Setiap daerah dipimpin oleh kepala dinas yang bertanggung jawab atas satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Kepala dinas dipilih berdasarkan meritokrasi dan profesionalisme, meskipun dalam praktiknya kerap kali terdapat tantangan politisasi jabatan yang dapat mengurangi efektivitas pengelolaan daerah.

Meritokrasi diharapkan menjadi prinsip dasar dalam pemilihan kepala dinas agar pelayanan publik dapat berjalan dengan baik. Kepala dinas yang terpilih idealnya adalah individu dengan kompetensi dan pengalaman yang memadai dalam bidangnya. Namun, dalam kenyataannya, praktik nepotisme dan politisasi jabatan masih sering mengemuka di berbagai daerah, yang pada akhirnya menghambat kinerja pemerintah daerah dalam melaksanakan tugasnya.

Meritokrasi bukan hanya tentang memilih orang yang tepat untuk pekerjaan yang tepat, tetapi juga tentang menciptakan sistem yang memungkinkan transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi dalam pengelolaan publik. Dalam konteks ini, penting bagi para pemimpin daerah untuk memahami struktur dan fungsi kelembagaan dengan baik, sehingga mereka dapat bekerja dalam kerangka yang koheren dan sinergis dengan pemerintah pusat.

Memahami Sistem Kenegaraan di Lingkungan Mahasiswa

Pemahaman tentang sistem kenegaraan ini juga penting bagi organisasi mahasiswa, khususnya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), yang kerap kali mengadopsi struktur pemerintahan dalam organisasi mereka. Pemahaman yang mendalam tentang bagaimana kementerian koordinator dan kementerian teknis bekerja dapat memberikan wawasan yang lebih luas bagi mahasiswa dalam menjalankan fungsi organisasi mereka secara lebih profesional dan terstruktur.

BEM yang menjalankan sistem kenegaraan mahasiswa sebaiknya tidak sekadar meniru sistem pemerintahan secara formal, tetapi juga memahami logika di balik struktur dan fungsinya. Tanpa pemahaman ini, organisasi mahasiswa berisiko terlihat "lucu" atau tidak relevan dalam menghadapi tantangan organisasi yang semakin kompleks.