Kebijakan kartu parkir di Universitas Andalas diterapkan sebagai upaya meningkatkan keamanan kendaraan mahasiswa, namun implementasinya menimbulkan ketimpangan aturan dan ketidakjelasan tanggung jawab. Mahasiswa diwajibkan membayar denda saat kartu parkir hilang, sementara pengelola parkir tidak memberikan jaminan maupun kompensasi atas kehilangan kendaraan. Selain itu, penghentian sementara sistem kartu parkir menunjukkan ketidakkonsistenan kebijakan dan lemahnya koordinasi antarunit kampus.
Meskipun program kartu parkir Universitas Andalas pada dasarnya dirancang untuk melindungi mahasiswa dari fasilitas publik penting, ada beberapa masalah dalam pelaksanaannya. Alih-alih memberikan rasa aman, sistem ini menimbulkan ketidakpastian karena mahasiswa tetap diharuskan mematuhi aturan dan menerima denda jika kartu mereka hilang. Sementara pengelola tidak memberikan jaminan keamanan atau sistem kompensasi untuk kendaraan yang dimiliki siswa. Ketidaksesuaian tanggung jawab ini menunjukkan kesalahan struktural dalam pembuatan kebijakan, di mana pihak yang paling rentan mahasiswa sebagai pengguna menanggung beban yang paling berat.
Selain ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban, sistem kartu parkir ini juga memiliki banyak kebijakan yang tidak konsisten, yang membuat pengguna lebih bingung. Menurut laporan media kampus, masalah keamanan di kampus diperparah ketika kartu parkir dihentikan secara tiba- tiba tanpa alasan yang jelas. Penghentian ini menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan dilakukan secara top-down dan mahasiswa tidak terlibat, menunjukkan bahwa aktor institusional menentukan arah kebijakan tanpa mahasiswa terlibat secara langsung. Dalam kebijakan publik, keputusan impulsif seperti ini menunjukkan kurangnya koordinasi antar pengambil keputusan dan kurangnya dasar data yang kuat sebagai pijakan untuk peraturan.
Pengawasan yang buruk, kurangnya koordinasi internal, dan kekurangan infrastruktur keamanan adalah masalah besar lainnya. Dokumen menunjukkan bahwa fasilitas dasar seperti kamera CCTV, evaluasi keamanan, dan prosedur standar (SOP) kehilangan kendaraan tidak diprioritaskan. Kondisi ini menunjukkan bahwa institusi cenderung mempertahankan hal-hal seperti yang ada meskipun sistem yang ada tidak lagi berguna atau berguna. Kebijakan apa pun yang dibuat hanya akan menjadi formalitas administratif tanpa menyentuh masalah dasar jika tidak ada tanggung jawab yang jelas untuk unit keamanan kampus dan pengelola parkir. Akibatnya, mahasiswa terjebak dalam sistem yang tidak aman.
Karena masalahnya yang kompleks, ketidaksesuaian aturan dalam program kartu parkir UNAND merupakan masalah tata kelola kebijakan publik yang tidak inklusif. Kebijakan yang baik harus dibuat melalui proses yang melibatkan semua pihak, terutama mereka yang terkena dampak langsung. Tidak adanya representasi mahasiswa menyebabkan kebijakan tidak jelas dan tidak memperhatikan kebutuhan pengguna fasilitas. Karena itu, masalah ini harus menjadi prioritas utama bagi mahasiswa untuk mendukung transparansi, akuntabilitas, dan keberpihakan dalam proses pembuatan kebijakan kampus, bukan hanya untuk meningkatkan fitur operasional seperti kartu atau denda. Tidak ada cara lain untuk fasilitas publik benar-benar menjadi tempat yang adil dan aman bagi seluruh civitas akademika.
Pemetaan Kepentingan dan Kekuatan Aktor dalam Kebijakan Kartu Parkir Universitas Andalas
Satu langkah penting menuju pemahaman dinamika politik kebijakan publik adalah melakukan analisis pemetaan kepentingan dan kekuatan aktor. Pemetaan ini menunjukkan ketidakseimbangan hubungan kekuasaan dalam kebijakan kartu parkir Universitas Andalas, yang berdampak langsung pada kualitas perumusan, implementasi, dan evaluasi kebijakan. Dalam keadaan ideal, seluruh pemangku kepentingan harus berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan, tetapi kasus kartu parkir menunjukkan bahwa aktor tertentu telah mengambil alih dan menghasilkan kebijakan yang kurang responsif terhadap kebutuhan mahasiswa sebagai pengguna utama fasilitas parkir.
Empat kelompok biasanya bertanggung jawab atas kebijakan ini: mahasiswa, pengelola parkir dan pengamanan, pihak fasilitas dan pimpinan institusi, serta media kampus. Setiap aktor memiliki kepentingan yang berbeda dan memiliki tingkat pengaruh yang berbeda terhadap arah kebijakan.
Pertama, sebagai pengguna, mahasiswa sangat peduli dengan pengelolaan fasilitas parkir yang jelas, keamanan kendaraan, dan kejelasan aturan. Namun, mereka tidak memiliki peran yang signifikan dalam proses kebijakan. Suara mahasiswa sering tidak terakomodasi secara memadai karena kurangnya posisi formal dalam struktur pengambilan keputusan. Mereka tidak terlibat secara aktif dalam pembuatan kebijakan; sebaliknya, mereka lebih banyak bertindak secara reaktif, menyampaikan keluhan setelah kebijakan diberlakukan. Kondisi ini menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki kepentingan yang tinggi tetapi kekuasaan yang rendah, sehingga rentan terhadap ketidaksesuaian kebijakan.
Kedua, pengelola parkir dan satuan pengamanan bertanggung jawab untuk menjaga operasional parkir sehari-hari berjalan lancar dan memastikan bahwa instruksi struktural kampus dilaksanakan dengan benar. Karena mereka terlibat langsung dalam tahap implementasi kebijakan, kelompok ini memiliki tingkat pengaruh menengah. Namun, kontribusinya terbatas pada tahap perumusan dan evaluasi kebijakan. Selain itu, tidak ada sistem akuntabilitas yang efektif dan kurangnya kolaborasi antara lembaga menyebabkan kewenangan yang diberikan tidak sepenuhnya dapat digunakan untuk meningkatkan pengawasan dan keamanan parkir.
Ketiga, aktor dengan pengaruh terbesar adalah pimpinan institusi dan pihak fasilitas. Mereka memiliki wewenang formal untuk menetapkan aturan, mengawasi anggaran fasilitas, dan memutuskan apakah sistem kartu parkir diaktifkan atau dihentikan sementara. Posisi strategis ini menjadikan mereka sebagai elit kebijakan, di mana pertimbangan kelembagaan dan administratif lebih penting daripada kebutuhan mahasiswa. Keputusan yang dibuat tanpa melibatkan pengguna langsung menunjukkan dominasi kekuasaan ini, seperti penghentian sistem kartu parkir tanpa melakukan pemeriksaan menyeluruh.
Keempat, pihak non-formal, seperti media kampus, sangat berkontribusi terhadap penerapan masalah ini ke agenda kebijakan. Media kampus penting untuk menjalankan kontrol sosial, memberikan informasi publik, dan menunjukkan ketidakkonsistenan kebijakan kampus. Meskipun mereka tidak memiliki otoritas resmi untuk mengubah kebijakan, mereka memiliki kemampuan untuk memengaruhi opini publik internal dan memberikan tekanan moral kepada kampus. Media kampus memiliki kekuatan menengah hingga tinggi di tingkat agenda setting, tetapi terbatas di tingkat pengambilan keputusan.
Pemetaan menunjukkan bahwa ketidakseimbangan kekuatan adalah sumber ketidakseimbangan kebijakan kartu parkir UNAND. Kepentingan mahasiswa yang tinggi tidak sebanding dengan rendahnya akses terhadap pengambilan keputusan, sedangkan aktor yang memiliki kekuasaan dominan tidak selalu menunjukkan sensitivitas terhadap kebutuhan pengguna. Oleh karena itu, pemetaan kekuatan dan kepentingan aktor ini menunjukkan bahwa tata kelola kebijakan harus diperbaiki melalui mekanisme yang lebih terbuka, jujur, dan berbasis data. Universitas harus meningkatkan partisipasi siswa, media kampus harus tetap menjadi kontrol sosial, dan sistem perumusan dan penilaian kebijakan harus lebih transparan. Tanpa perubahan, ketidaksesuaian kebijakan kartu parkir dapat berlanjut dan memengaruhi pelayanan publik di kampus.
Sebagai seorang mahasiswa yang memanfaatkan tempat parkir setiap hari, saya menyadari bahwa ketentuan mengenai kartu parkir di kampus masih belum memberikan keamanan dan kepastian yang diharapkan oleh penggunanya. Ketidakselarasan antara tanggung jawab mahasiswa dan kewajiban pihak kampus membuat banyak mahasiswa merasa tidak mendapat perlindungan yang seharusnya. Oleh karena itu, artikel ini membahas perlunya penyesuaian aturan yang ada agar lebih adil, jelas, dan sesuai dengan situasi di lapangan.
Berdasarkan pengalaman yang ada, masih banyak kelemahan dalam pengawasan dan pelaksanaan sistem parkir, seperti kurangnya fasilitas keamanan, koordinasi yang belum terencana, serta perubahan kebijakan yang sering dilakukan tanpa penjelasan yang jelas. Dalam kasus ini, mahasiswa ingin menekankan betapa pentingnya meningkatkan prosedur keamanan, menyediakan fasilitas yang lebih memadai, dan meninjau kembali aturan denda agar sesuai dengan kualitas pelayanan yang diberikan kepada mahasiswa.
Di samping itu, mahasiswa berpendapat bahwa mereka perlu diberikan kesempatan untuk berbagi pengalaman dan saran terkait pengelolaan parkir di kampus. Dengan melibatkan mahasiswa dalam proses perbaikan, kebijakan yang dihasilkan akan lebih relevan dengan kebutuhan pengguna fasilitas tersebut. Diharapkan, perbaikan yang dilakukan dapat menghasilkan sistem parkir yang lebih transparan, konsisten, serta mampu memberikan rasa aman dan nyaman bagi seluruh mahasiswa Universitas Andalas.
Perbaikan kebijakan kartu parkir di Universitas Andalas sangat diperlukan agar sistem ini dapat berfungsi dengan adil dan transparan. Mahasiswa sebagai pengguna utama fasilitas parkir harus memiliki kesempatan untuk terlibat dalam proses pembuatan kebijakan. Dengan melibatkan mahasiswa, kebijakan yang dihasilkan dapat lebih menggambarkan kebutuhan mereka dan mengurangi ketimpangan yang terjadi akibat keputusan yang diambil tanpa melibatkan pihak yang paling terdampak. Keputusan yang lebih inklusif ini akan membantu menciptakan kebijakan yang lebih responsif dan berbasis pada kenyataan di lapangan.
Selain itu, penting untuk menyusun standar operasional prosedur (SOP) yang jelas terkait dengan pengawasan parkir dan penanganan masalah seperti kehilangan kendaraan. SOP yang transparan akan memberikan pedoman yang jelas bagi semua pihak yang terlibat dan mengurangi kebingungan di kalangan pengguna. Dalam hal ini, pengelola kampus harus memastikan bahwa pengawasan dilakukan dengan ketat, serta menjamin adanya prosedur yang dapat diikuti jika terjadi masalah. Ini akan membantu menciptakan rasa aman dan meningkatkan kepercayaan mahasiswa terhadap sistem yang ada.
Infrastruktur keamanan juga perlu mendapat perhatian lebih. Pemasangan kamera CCTV di area parkir dan peningkatan sistem pengawasan lainnya sangat diperlukan untuk memastikan kendaraan mahasiswa tetap aman. Tanpa adanya langkah konkret dalam meningkatkan fasilitas keamanan, mahasiswa akan merasa tidak dilindungi, yang justru akan mengurangi efektivitas dari kebijakan kartu parkir itu sendiri. Dengan sistem pengawasan yang baik, risiko kehilangan kendaraan dapat diminimalisir, dan kepercayaan mahasiswa terhadap pengelola parkir pun akan meningkat.
Terakhir, aturan denda yang dikenakan atas kehilangan kartu parkir perlu ditinjau agar lebih adil dan proporsional. Mahasiswa tidak seharusnya dibebani dengan denda yang tinggi tanpa adanya kompensasi atau jaminan keamanan yang memadai untuk kendaraan mereka. Evaluasi terhadap kebijakan denda ini sangat penting agar menciptakan sistem yang adil, di mana kewajiban yang dibebankan kepada mahasiswa sebanding dengan kualitas pelayanan yang diterima. Dengan perubahan ini, diharapkan sistem parkir Universitas Andalas dapat memberikan rasa aman dan keadilan bagi seluruh civitas akademika.
Penulis: Ahsanul Fadli, Daffa Ananda Muzaky, Farid Anugrah Ramadhan, Muhammad Al Ghafar, Taufiq Akbar Daulay, dan Wisnu Riski Ananda.