Cawe-Cawe Terselubung Pemira KM UNAND 2025: Kongkalikong Meraih Kursi Presiden Mahasiswa EX OFFICIO MWA UM

Pemilihan Umum Raya Keluarga Mahasiswa Universitas Andalas yang selanjutnya disingkat PEMIRA KM UNAND adalah sarana kedaulatan rakyat (mahasiswa) untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) dan Presiden Mahasiswa dan Wakil Presiden Mahasiswa. Dalam pasal 1 Ayat 7 UU PEMIRA KM UNAND Tahun 2020 disebutkan bahwa PEMIRA harus dilaksanakan berdasarkan asas langsusng, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil atau yang disingkat dengan LUBER dan JURDIL.

Asas dalam penyelenggaraan pemira tidak hanya simbolis semata, tetapi memiliki makna yang mendalam akan setiap katanya. Makna  Makna Adil memiliki arti bahwa seluruh rangkaian PEMIRA dilaksanakan secara adil, dimulai dari tahapan pemilihan penyelenggara, penetapan peserta hingga pemilihan berlangsung. Namun dalam pelaksanaan PEMIRA kali ini, asas adil tercoreng oleh wacana terselubung untuk meraih kekuasaan.

Pembentukan penyelenggaran PEMIRA melanggar pasal 3, 16 dan 20 UU No.1 Tahun 2020 Tentang PEMIRA KM UNAND, dimana pada pasal 16 ayat 4 dan pasal 20 ayat 4 disebutkan bahwa Ketua/Wakil Ketua BPU KM UNAND dipilih dari dan oleh anggota BPU. Namun pada pelaksanaannya tim Ad Hoc PEMIRA KM UNAND langsung menetapkan Ketua BPU dan perangkat lainnya pada tanggal 9 Agustus 2025, dimana saudara Emir Fadhillah Farzie Analim dari Ilmu Politik 2023 terpilih sebagai Ketua BPU. Hal tersebut tentunya bertentangan dengan pasal 16 ayat 4 dan pasal 20 ayat 4 UU PEMIRA Tahun 2025. Keputusan tersebut tentunya juga membatasi hak anggota BPU lainnya untuk mencalonkan diri sebagai Ketua dan memilih Ketua.

Tim Ad Hoc yang ditunjuk oleh Presiden Mahasiswa sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 26 UU PEMIRA hanya bertugas untuk melakukan sosialisasi, penyaringan serta verifikasi calon anggota BPU yang selanjutnya akan disampaikan kepada Presiden Mahasiswa yang kemudian diajukan kepada DPM KM UNAND. Keputusan yang menetapkan Ketua BPU secara langsung tentunya menimbulkan ambiguitas tersirat, dimana saudara Emir Fadhillah Farzie Analim sebelumnya merupakan Kepala Bidang Kajian dan Strategis Kementerian Kebijakan Nasional BEM KM UNAND Kabinet Pionir Inspiratif.

Penetapan Ketua BPU secara langsung merupakan kesalahan dalam penggunaan wewenang atau misuse of authority. Kesalahan dalam penggunaan wewenangan ini terjadi karena ketidak cermatan pihak yang berwenang dalam membuat keputusan. Dalam hal ini, misuse of authority Ad Hoc yang dibentuk oleh Presiden Mahasiswa yang kemudian melakukan penyaringan serta verifikasi calon anggota BPU yang selanjutnya disampaikan kepada Presiden Mahasiswa kemudian diajukan kepada DPM KM UNAND, merupakan sebuah kebodohan yang absolut. Karena kedua pihak tersebut yang merupakan pejabat dalam posisi eksekutif dan legislatif, terutama tentunya DPM KM UNAND yang salah satu tugasnya adalah dalam hal legislasi atau pembuatan undang-undang. Kemudian hal ini tentunya membuat kita bertanya-tanya apakah hal ini merupakan kesalahan yang tidak disengaja atau sebuah strategi yang sudah direncana?

Ketua BPU yang seharusnya sudah bebas tugas yang artinya tidak boleh dan tidak berkewajiban menjalankan atau mengikuti program kerja dari kepengurusan BEM, justru masih terlihat aktif mengikuti program kerja yang ada. Hal ini justru melanggar nilai-nilai, asas serta peraturan sebagai badan penyelenggara pemilu. Perempumanaan sederhananya ketika kita melihat misalnya anggota kabinet merah putih yang merupakan bagian eksekutif malah menjadi penyelenggara pemilu. Surat bebas tugas yang telah disepakati dengan ditanda tangani malah dilanggar secara pribadi. Apakah sebagai seorang penyelenggaraa pemilu, ketua pula malah melanggar apa yang mestinya tidak dilakukan dan disepakati. Dari pihak BEM KM UNAND pun terlihat juga tidak menekankan kepada saudara Emir selaku Ketua BPU bahwa sekarang peran dan posisinya telah berubah.

Hal ini juga tidak menyangkut nilai etis bagi seorang penyelenggara pemilu, tetapi juga menyangkut indepedensi dan keprofesionalan penyelenggara pemilu yang sudah berkomitmen dari awal. Dari pihak DPM KM UNAND dan Bawaslu KM UNAND pun juga tidak terlihat tindakan yang represif maupun preventif yang notabenenya mereka adalah sebagai lembaga pengawas. Kita disini melihat suatu ‘pembiaran’ ataupun mungkin bisa dikatakan ‘kesengajaan’ yang dilakukan oleh kedua lembaga tersebut. Melihat hal tersebut tentunya saya pribadi menduga adanya kongkalikong yang dilakukan, melihat suasana PEMIRA tahun ini yang akan berbeda dan mungkin akan ada sedikit kompetisi yan panas.

Harapannya tentu dengan opini yang saya tulis ini, bisa menjadi bahan evaluasi untuk BEM, MPM/DPM terutama bagi penyelenggara pemilu yang seharusnya melek dengan peraturan dan pelanggaran-pelanggaran yang ada, bukannya malah dibiarkan saja. Tentunnya yang akan kita tunggu adalah perbaikan, tindakan tegas dan sanksi yang akan diberikan oleh Bawaslu sebagai pengawas pemilu serta BEM dan MPM/DPM sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam hal ini.

 

Penulis:

 

Budi (Samaran)