Sidang Umum NM FISIP UNAND belum berakhir, Menghasilkan kepemimpinan baru bagi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dengan terpilihnya Irfan Fadhila sebagai Presiden dan Jibril Dhiya Azzikra sebagai Wakil Presiden. Dengan tagline mambangkik batang tarandam (membangkitkan yang tenggelam), Mereka diharapkan mampu membawa perubahan signifikan dalam dinamika organisasi kemahasiswaan. Namun, ada banyak pekerjaan rumah (PR) yang perlu segera diselesaikan, dan pertanyaannya sekarang adalah: Mampukah mereka memenuhi ekspektasi ini?
Sidang Umum belum selesai, DPM NM FISIP UNAND meninggalkan beberapa persoalan yang tak boleh dianggap sepele. Penundaan Pleno 2 dan Pleno 3 mengindikasikan adanya tumpukan masalah yang perlu segera diurai. Pleno 2 yang ditangguhkan—yang menjadi dasar untuk melanjutkan masa jabatan baru—akan menjadi tantangan awal bagi Irfan dan Jibril. Apakah mereka siap menghadapi hal ini, atau justru terjebak dalam persoalan administrasi yang mempersulit langkah awal mereka?
Lebih kritis lagi, Pleno 3, yang seharusnya memuat laporan tertulis dari kepengurusan sebelumnya, Belum juga terselesaikan. Ini bukan sekadar masalah teknis, tetapi berimplikasi pada bagaimana kepemimpinan baru akan memformulasikan kebijakan yang berbasis evaluasi dan rekomendasi dari periode sebelumnya. Jika laporan ini tidak segera diselesaikan dalam jangka waktu yang ditentukan (dua bulan), BEM akan berjalan tanpa pijakan yang kuat. Bagaimana bisa mereka mengklaim sebagai pemimpin yang membawa perubahan, Jika warisan kepemimpinan sebelumnya belum dievaluasi dengan baik?
Tagline mambangkik batang tarandam yang mereka usung seharusnya tidak sekadar menjadi slogan tanpa subtansi. Batang yang tenggelam, dalam konteks ini, Bisa diartikan sebagai masalah-masalah internal yang belum terselesaikan dan menunggu untuk dibangkitkan kembali ke permukaan. Namun, tanpa langkah konkret dan strategi yang jelas, Sangat mungkin bahwa batang ini akan tetap berada di dasar permasalahan, bahkan semakin sulit untuk diatasi.
Irfan dan Jibril menghadapi tantangan besar di depan mata: menyelesaikan masalah struktural dalam organisasi, memperkuat koordinasi antara DPM dan BEM, Serta memastikan seluruh agenda yang tertunda dapat diselesaikan tepat waktu. Apalagi, pengurus baru ini tidak boleh hanya mengandalkan semangat baru, Mereka memerlukan pengelolaan manajemen yang matang dan pemahaman mendalam tentang birokrasi organisasi yang seringkali berbelit-belit.
Namun, yang tak kalah penting, DPM NM FISIP UNAND juga harus memperlihatkan keseriusan dalam mengawal transisi kepemimpinan ini. Sebagai lembaga pengawas, mereka memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan bahwa proses administrasi dan evaluasi berjalan dengan lancar dan transparan. Jika DPM tidak dapat menyelesaikan pleno-pleno yang menjadi landasan penting bagi BEM, Maka pertanyaan besarnya adalah: apakah mereka benar-benar menjalankan fungsi pengawasan yang diamanahkan?
Pada akhirnya, Semua mata tertuju pada kepemimpinan baru ini. Mahasiswa FISIP UNAND berharap banyak pada perubahan yang dijanjikan Irfan dan Jibril. Namun, harapan tersebut perlu diiringi dengan aksi nyata. Jika mereka gagal menyelesaikan PR yang ada sejak awal, maka ini akan semakin terkikis kepecayaan mahasiswa tergadap BEM NM FISIP UNAND. Waktu akan membuktikan apakah kepemimpinan baru ini mampu membawa perubahan atau justru terperangkap dalam masalah lama yang tak kunjung terselesaikan.
Dengan terpilihnya Irfan Fadhila sebagai Presiden BEM NM FISIP UNAND dan Jibril Dhiya Azzikra sebagai Wakil Presiden, Muncul harapan baru yang besar di kalangan mahasiswa Fisip. Harapan ini bukan hanya pada kemampuan mereka untuk menyelesaikan permasalahan yang telah lama mengendap, Tetapi juga pada kemampuan mereka untuk membangkitkan semangat dan dinamika yang sempat redup di FISIP. Kepemimpinan mereka diharapkan menjadi pendorong bagi mahasiswa FISIP untuk kembali aktif dan terlibat dalam berbagai kegiatan, sehingga mampu menghidupkan lagi gairah dan keaktifan kampus yang sempat hilang.
Penulis: Alya Syifa Amori